Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota lintas fraksi di Komisi II DPR berencana mengembalikan 18 calon anggota Ombudsman (Ombudsman Republik Indonesia) kepada Presiden Joko Widodo, karena ditemukan indikasi pelanggaran kode etik oleh dua anggota Panitia Seleksi.

"Setelah kemarin kami melakukan rapat dengar pendapat dengan Pansel ORI, kami mendapatkan kejanggalan dan indikasi pelanggaran kode etik oleh dua orang anggota Pansel," kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Hanura Rufinus Hotmaulana Hutauruk, di gedung parlemen, Jakarta, Jumat.

Rufinus mengatakan kalangan Komisi II DPR menerima informasi adanya sebuah grup jejaring sosial WhatsApp, di mana dua orang anggota Pansel ORI ada di dalam grup itu bersama-sama dengan kalangan masyarakat sipil.

Menurut Rufinus, di dalam grup itu secara jelas dua orang anggota Pansel ORI menyatakan mendukung sejumlah nama yang kini masuk dalam 18 daftar calon anggota ORI.

"Pansel menyatakan dirinya profesional, tapi setelah kita klarifikasi dua anggotanya mengakui masuk dalam grup WhatsApp itu. Maka itu Fraksi Hanura meminta pansel ORI yang lain untuk mencari tahu apakah betul terjadi pelanggaran kode etik oleh dua anggotanya," ujar Rufinus.

Dia mengatakan Fraksi Hanura secara tegas menolak 18 nama calon anggota ORI dan akan mengembalikannya ke Presiden sesuai mekanisme yang berlaku.

"Kami sudah membuat pandangan tertulis Fraksi Hanura," ujar dia.

Rufinus juga membeberkan bahwa Komisi II akan menyepakati memanggil Menteri Sekretaris Negara Pratikno atas temuan grup WhatsApp itu dan akan meminta pandangan resmi Mensesneg.



PKB juga tolak

Penolakan juga hadir dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa yang menilai ada anggota Pansel ORI yang bekerja secara tidak independen.

"Sebaiknya 18 nama calon anggota ORI dikembalikan kepada presiden untuk dievaluasi kembali," ujar anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Yanuar Prihatin.

Menurut Yanuar, bukti percakapan melalui grup jejaring sosial WhatsApp antara dua anggota Pansel ORI dengan kelompok masyarakat sipil sudah terbukti. Hal ini membuat independensi pansel ORI harus dipertanyakan kembali.

"Tidak seyogianya anggota Pansel melakukan konspirasi dengan kelompok sipil tertentu untuk memastikan calon tertentu masuk dalam daftar pencalonan ORI," kata Yanuar.

Yanuar melihat pentingnya mengembalikan nama calon anggota ORI tersebut karena anggota ORI harus merupakan orang yang bersih dari unsur nepotisme.

Dirinya juga mengingatkan peran besar pimpinan ORI yang memiliki karakter kuat dalam memimpin lembaga yang melakukan pengawasan atas jalannya pelayanan publik.

"Pimpinan ORI kedepan memerlukan orang-orang dengan kualifikasi yang jujur, berintegritas, kompeten, ikhlas, transparan dan berani membongkar kasus buruknya pelayanan publik di pemerintahan," tuturnya.

Sebelumnya, Panitia Seleksi Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sudah menyerahkan 18 nama calon kepada Presiden Joko Widodo untuk diusulkan ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Sebanyak 18 calon anggota Ombudsman pilihan Panitia Seleksi antara lain meliputi Adhar Hakim, Adrianus Eliasta Meliala, Ahmad Alamsyah Saragih, Ahmad Suadi, Alvin Lie Ling Piao, Amzulian Rifai, dan Anung Didik Budi Karyadi.

Selanjutnya Dadan Suparjo Suharmawijaya, Djuni Thamrin, Gunarto, Helda Ritta Tirajoh, Hendra Nurtjahjo, Idham Ibty, Laode Ida, Lely Pelitasari Soebekty, Ninik Rahayu, Rohina Budi Prihatin dan Sudarto.

Calon-calon itu diseleksi dari total 269 orang yang mengikuti seleksi tahap awal.

Presiden kemudian menyampaikan daftar calon anggota Ombudsman pilihan panitia seleksi itu ke DPR, yang kemudian akan memilih dan menyetujui sembilan di antaranya sebagai anggota Ombudsman.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016