Medan (ANTARA News) - Wakil Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hasrul Azwar mengatakan partainya perlu menyiapkan muktamar islah untuk menyatukan dua kubu yang berpolemik dan mendapatkan kepengurusan yang berlegitimasi.

"Bukan muktamar luar biasa, tetapi muktamar islah," kata Hasrul Azwar di Medan, Jumat.

Menurut Hasrul, dengan keluarnya SK Menkumham tertanggal 7 Januari 2016 yang mencabut SK pengesahan pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy, berarti kepengurusan parpol itu kembali pada hasil Muktamar Bandung pada 2011 yang diketuai Suryadharma Ali sebagai ketua umum dan Romahurmuziy sebagai sekretaris jenderal.

Dengan SK Menkumham itu, tidak ada kepengurusan PPP yang lain karena pengurus hasil Muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz juga tidak memiliki legalitas karena tidak mendapatkan pengesahan dari pemerintah.

Kepengurusan di daerah yang terbentuk dalam satu tahun terakhir juga tidak berlaku lagi karena kembali pada kepengurusan yang dimandatkan DPP hasil Muktamar Bandung.

"Dengan SK Menkumham itu, kedua DPP sudah tidak ada lagi, kosong, sudah almarhum," katanya

Dilihat dari perkembangan yang ada, pihaknya menilai pemerintah berkeinginan kubu yang ada dalam PPP segera berdamai dan bersatu.

Karena itu, pihaknya menyiapkan muktamar islah untuk mendamaikan dan menyatukan dua kubu yang selama ini mengklaim sebagai DPP yang sah.

"Keduanya mengaku paling benar. Kenyataannya, SK Muktamar Surbaya sudah dicabut, sedangkan SK Muktamar Jakarta tidak pernah dikeluarkan. Itu artinya, pemerintah ingin PPP berdamai," kata Hasrul.

Ia mengatakan, muktamar islah tersebut merupakan jalan tengah, sekaligus solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik internal dan menyatukan kader PPP.

Untuk merealisasikan rencana itu, DPP PPP hasil Muktamar Bandung akan segera melakukan konsolidasi untuk membentuk kepanitian muktamar islah.

Pihaknya akan menemui tokoh-tokoh senior dan pemangku kepentingan PPP, termasuk mendekati kubu Romahurmuziy dan kubu Djan Faridz.

Dalam muktamar islah tersebut, Romahurmuziy dan Djan Faridz boleh mencalonkan diri untuk menjadi ketua umum parpol berlambang Kabah itu.

"Romahurmuziy dan Djan Faridz boleh mencalonkan diri, yang pasti saya tidak mencalonkan diri, serahkan pada yang muda-muda saja," katanya.

Ketika disinggung mengenai Pelaksana Ketua Umum DPP PPP karena Suryadharma Ali berhalangan menjalankan tugas, Hasrul Azwar menyatakan, masalah itu diselesaikan sesuai AD/ART PPP.

Dalam kepengurusan PPP hasil Muktamar Bandung, terdapat empat wakil ketua umum yang berhak menjadi pelaksana jika ketua umum berhalangan dalam menjalankan tugas.

Keempat Wakil Ketua Umum PPP tersebut adalah Suharso Monoarfa, Emron Pangkapi, Lukman Hakim Saifuddin, dan Hasrul Azwar.

Dua wakil ketua terkendala aturan yakni Suharso Monoarfa yang menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan Emron Pangkapi yang menjadi komisaris salah satu BUMN.

Berarti Wakil Ketua Umum PPP yang berpotensi menjadi pelaksana adalah Lukman Hakim Saifuddin yang menjabat Menteri Agama RI dan Hasrul Azwar yang menjadi anggota Komisi III DPR RI.

Meski memastikan tidak akan mencalonkan diri sebagai ketua umum, tetapi Hasrul Azwar mengaku bergembira karena dapat berkomunikasi dengan Romahurmuziy dan Djan Faridz.

"Saya tidak kemana-mana, tetapi keduanya (Romahurmuziy dan Djan Faridz) mengakui saya," ujar Hasrul.

Mantan Ketua DPW PPP Sumut itu mengharapkan seluruh kader dan simpatisan PPP untuk memahami masalah tersebut dengan arif dan bijaksana karena bertujuan untuk memperbaiki citra parpol berasaskan Islam tersebut.

"Serahkan penyelesaian masalah ini kepada DPP Muktamar Bandung tanpa ada rasa mengalahkan atau memenangkan satu kelompok," ujar Hasrul.

Pewarta: Irwan Arfa
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016