Jakarta (ANTARA News) - Jaksa menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 11 tahun dan denda Rp750 juta subsidair enam bulan kepada mantan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam perkara korupsi dalam penyelenggaraan layanan haji periode 2010-2013.

Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Mochammad Wiraksajaya juga menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti kerugian keuangan negara Rp2,23 miliar.

"Selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap," katanya.

Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, dia melanjutkan, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dalam hal terpidana tidak punya harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama empat tahun," tambah jaksa.

Jaksa juga meminta majelis hakim yang diketuai oleh Aswijon mencabut hak politik Suryadharma Ali.

"Mencabut hak terdakwa untuk menduduki dalam jabatan publik selama lima tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani masa pemidanaannya," kata jaksa.

Jaksa menilai dia terbukti bersalah melakukan korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang (UU) No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Jaksa mengajukan tuntutan hukum berat karena menilai beberapa perbuatan Suryadharma memberatkan selama persidangan berlangsung.

"Terdakwa memberikan keterangan berbelit-belit dalam persidangan dan tidak mengakui serta tidak menyesali perbuatannya. Terdakwa selaku Menteri Agama seharusnya lebih menjunjung tinggi nilai-nilai agama seperti keadilan dan kejujuran," kata jaksa.

"Perbuatan terakwa terkait dengan pelaksanaan ibadah haji yang seharusnya terbebas dari niat dan perbuatan yang menyimpang," tambah dia.

Sementara hal yang meringankan, menurut jaksa, terdakwa belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.

Suryadharma dituduh melakukan beberapa tindak pidana, antara lain menunjuk Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) periode 2010-2013 sekaligus pendamping Amirul Hajj (pemimpin rombongan haji) yang tidak kompeten sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp13,3 miliar.

Suryadharma juga memerintahkan agar orang-orang dekatnya, termasuk istrinya Wardatul Asriya serta anak, menantu, ajudan, pegawai pribadi, sopir terdakwa, sopir istri terdakwa, dan pendukung istrinya dalam pemilihan anggota DPR 2014 bisa beribadah haji secara gratis sebagai petugas PPIH.

Ia juga menunjuk tujuh orang sebagai pendamping amirul hajj yang mendapat gaji seluruhnya Rp345,27 juta dengan Rp56,378 juta diperoleh istri terdakwa Wardatul Asriah.


Dana Operasional Menteri

Suryadharma juga dituduh menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM) hingga Rp1,821 miliar untuk kepentingan pribadi yang tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM seperti untuk pengobatan anak, pengurusan visa, pembelian tiket pesawat, pelayanan bandara, serta ongkos transportasi dan akomodasi dia beserta keluarga dan ajudannya ke Australia dan Singapura.

Dana tersebut juga digunakan untuk membayar pajak pribadi tahun 2011, langganan TV kabel dan Internet, perpanjangan STNK Mercedes Benz serta pengurusan paspor cucu.

Suryadharma Ali juga menunjuk beberapa majmuah (konsorsium) penyedian perumahan di Jeddah dan Madinah sesuai dengan keinginannya sendiri menggunakan plafon dengan harga tertinggi sehingga negara rugi hingga 15,498 juta riyal.

Penggunaan harga plafon sebagai harga kontrak tanpa negosiasi membuat pengadaan perumahan di Madinah kemahalan 14,094 juta riyal dan hotel transito Jeddah kemahalan 1,404 juta riyal.

Terakhir Suryadharma didakwa menyalahgunakan sisa kuota haji periode 2010-2012.

Dia memberangkatkan 1.771 orang pergi haji dan dianggap memperkaya mereka karena mereka tetap berangkat haji meski ada kurang bayar hingga total Rp12,328 miliar.

Dia menggunakan sisa kuota haji dengan cara menaikkan batas minimum usia jemaah haji yang berhak mempergunakan sisa kuota nasional yaitu dari yang berusia di atas 60 tahun menjadi di atas 87 tahun dengan maksud memberangkatkan calon jemaah haji yang diusulkan anggota DPR sehingga sebagian sisa kuota haji nasional tidak dapat dipergunakan sepenuhnya oleh calon jemaah haji yang masih dalam daftar antrean.

"Penggunaan sisa kuota haji nasional tercampur dengan kepentingan-kepentingan politik yaitu menjadi tim sosialisasi terdakwa sehingga menjadikan sisa kuota sebagai bargaining," ungkap jaksa.

Perbuatan Suryadharma membuat sisa kuota haji tidak terserap dan menyebabkan kerugian negara karena adanya perubahan usia batasan maksimal ibadah haji

Atas tuntutan tersebut, Surya berencana untuk mengajukan nota pembelaan.

"Saya mohon diberikan izin menggunakan in focus untuk menjelaskan pembelaan saya," kata Suryadharma.

"Bisa tidak dibacakan ringkasanya saja? Misalnya pembelaan 30 lembar diringkas," jawab hakim Aswijon.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015