Semarang (ANTARA News) - Buat para pengemis, urusan mengisi perut tak mengenal tempat. Buat mereka tempat-tempat yang sering didatangi orang merupakan sasaran empuk menjalankan aksinya. Bahkan kampus yang selama ini tenang tanpa pengemis, kini menjadi wilayah kerja mereka. Para pengemis ini bahkan tak sungkan-sungkan masuk ke ruang perkuliahan, tentu saja bukan untuk belajar tapi minta sedekah. Kenekatan para pengemis ini dikeluhkan para mahasiswa dan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip Semarang. Di kampus itu, belasan pengemis yang sebagian besar anak-anak tampak hilir mudik di lingkungan kampus untuk meminta uang pada mahasiswa. "Kehadiran mereka (pengemis) di kawasan kampus FISIP semakin mengganggu. Selain karena jumlahnya makin banyak, mereka juga mulai berani meminta-minta di ruang kuliah," keluh mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Undip, Tri Astuti. Hal senada juga dituturkan Katarina Chandra (20), yang awalnya merasa iba dengan kehadiran pengemis di kampus. "Akan tetapi, karena frekuensi meminta-minta mereka cenderung meningkat setiap hari, dan orangnya itu-itu saja, perasaan iba pun menghilang, sehingga enggan rasanya memberi uang," jelasnya. Di sisi lain, para pengemis tersebut rupanya memiliki alasan tersendiri dalam menjalani pekerjaannya itu. Seorang pengemis yang berasal dari daerah Grobogan, Marti, mengaku terpaksa memilih profesi tersebut untuk melanjutkan hidup. "Suami saya sakit sehingga tidak bisa bekerja. Anak saya empat dan masih sekolah semua, jadi terpaksa saya mengemis," tuturnya. Salah seorang anak Marti mendapatkan beasiswa dari pemerintah, tapi tiga lainnya tidak. Menurut perempuan separuh baya tersebut, setiap rumah hanya diambil satu anak untuk dapat beasiswa. "Anak saya tidak tahu saya meminta-minta, tahunya saya bekerja di Masjid Baiturrahman. Saya memang tidak ingin anak saya tahu. Kasihan, nanti malu," katanya. Setiap malam Marti memang tinggal di sekitar kawasan Masjid Baiturrahman setelah dari pagi hingga siang menjalani profesinya sebagai pengemis di kampus FISIP Undip. Mengenai masalah birokrasi kampus, Marti mengaku sempat beberapa kali diperingatkan oleh satpam, namun lama-kelamaan tidak ada kelanjutan dari ketegasan tersebut. Menurut pengakuan beberapa pengemis, penghasilan mereka per hari berkisar antara Rp30.000 - Rp40.000 atau bila bekerja 25 hari dalam sebulan, penghasilannya mencapai Rp750.000 hingga Rp1 juta. Jumlah pendapatan per bulan tersebut jauh lebih tinggi daripada upah minimum kota/kabupaten (UMK) di Semarang yang hanya sekitar Rp600.000,00.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007