... yang krisis itu aturannya, dari undang-undang turun ke peraturan pemerintah beda, turun lagi ke keputusan menteri beda juga. Itu disengaja atau tidak dan harus kita benahi...
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, membantah ada perlakuan khusus terhadap kontrak pertambangan yang telah disetujui dengan pemerintah Indonesia. Perusahaan tambang Amerika Serikat yang berinduk ke Freeport-McMoran ini telah ada di Indonesia sejak 1967. 

"Freeport tidak terburu-buru perpanjang kontrak, dan tidak ada perlakuan khusus. Kami tetap berusaha menaati UU Minerba," kata dia, ketika dimintai keterangan di Mahkamah Kehormatan Dewan DPR, Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis.

Secara tegas, ia membantah terhadap tuduhan PT Freeport Indonesia tidak mematuhi UU Minerba, dan terkesan harus disegerakan renegosiasi perpanjangan kontrak.

Ia beralasan, tujuan segera membahas renegosiasi kontrak karena untuk operasional pertambangan bawah tanah, proses pelaksanaannya membutuhkan waktu 5-10 tahun.

Sehingga dalam jangka waktu tersebut, membuka lahan tambang bawah tanah juga membutuhkan investasi skala besar, maka butuh persiapan waktu lebih awal sebelum kontrak habis.

"Untuk mendapatkan investor tersebut, perlu kepastian sebelum kontrak mendekati batas waktu, karena jenjang investasi dan operasional butuh waktu lama, itu alasannya, tidak ada perlakuan khusus," katanya.

Kontrak PT Freeport Indonesia akan berakhir pada 2021, namun sudah akan memperpanjang kontrak hingga 2041, menurut berbagai sumber.

Sementara itu, sebelumnya, Anggota Panitia Kerja Mineral dan Batu Bara Komisi VII DPR, Joko Purwanto, mengatakan panitia kerja tidak ingin terjebak kisruh politik dugaan permintaan saham PT Freeport yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto.

"Panja Minerba Komisi VII DPR memilih fokus menyelesaikan RUU Minerba untuk menyelesaikan kekacauan persoalan tersebut," katanya.

Purwanto mendukung pembenahan berbagai aset negara yang selama ini dikuasai pihak asing, seperti PT Freeport Indonesia.

Namun, menurut dia, penyelesaian sejumlah persoalan tersebut tidak perlu dilakukan dengan kegaduhan politik atau pertarungan kepentingan antara pemangku kebijakan.

"Mental kita harus direvolusi, kebiasaan cari komisi, hidup enak tanpa kerja keras harus diubah," ujarnya.

Dia menegaskan, dirinya tidak memihak pihak manapun dalam pertarungan Ketua DPR Setya Novanto dengan Menteri ESDM, Sudirman Said.

Menurut dia, solusi atas persoalan tersebut adalah pembenahan undang-undang dan aturan turunan terkait pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.

"Saya menilai yang krisis itu aturannya, dari undang-undang turun ke peraturan pemerintah beda, turun lagi ke keputusan menteri beda juga. Itu disengaja atau tidak dan harus kita benahi," katanya.

Anggota Komisi VII DPR itu mengatakan lebih memilih fokus menyelesaikan RUU Minerba daripada menambah gaduh suasana.

Dia meyakini, keberadaan undang-undang tersebut akan menunjukkan integritas anak bangsa sekaligus menjaga aset negara, khususnya di bidang pertambangan.

"Freeport atau pihak asing lain yang mengeruk kekayaan Indonesia, berhasil membuat kita merasa bodoh," katanya.

Perusahaan-perusahaan asing itu, menurut dia, membuat seolah-olah Indonesia belum mampu melakukan investasi, menjalankan teknologi, dan memiliki ilmu pengetahuan, sehingga harus selalu bergantung pada bangsa lain. 

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015