"Penuntut umum pastikan terdakwa enggak nyasar," kata ketua majelis hakim Artha Theresia dalam sidang perkara mantan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (16/11).

Ucapan hakim Artha itu beralasan karena gedung baru bertingkat sembilan untuk Pengadilan Negeri/Niaga/HAM/Tipikor dan Hubungan Industrial Jakarta Pusat di Jalan Bungur Besar No. 24, 26 dan 28 tersebut memang punya banyak ruang dan lorong.

"Tadi enggak nyasar kan ke sini? Ini kita sidang inrijden (inreyen) di gedung yang baru," ungkap Artha kepada Rio Capella saat Rio akhirnya tiba di ruang sidang Kartika I di gedung baru yang tembok dan empat tiang besar di bagian depannya berlapis marmer hitam itu

Inrijden merupakan kata dalam bahasa Belanda artinya kira-kira masa percobaan.

"Tapi persidangan berikutnya saksi sudah siap di ruangan ya, ini kita menunggu ini lama sekali," tambah Artha kepada jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada Senin sore, Pelaksana Tugas Ketua dan Wakil Ketua KPK, Taufiqurrachman Ruki dan Indriyanto Seno Adji, meninjau gedung pengadilan baru tersebut, melihat ruang sidang dan ruang jaksa KPK di lantai satu.

"Seminggu baru kita evaluasi, kita lihat dulu apa yang harus kita lakukan di gedung baru," kata Ruki.

"Secara fisik memang lebih bagus dan luas dari gedung di Jalan HR Rasuna Said kavling C19, tapi kami belum bisa evaluasi sekarang, hanya gedung ini tentu lebih dekat dengan base apartemen hakim Tipikor," katanya.

Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang membawahi pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor), pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, pengadilan perdata, pidana umum, lingkungan, dan hak asasi manusia meliputi 21 ruang sidang.

"Diplot untuk ruang sidang Tipikor ada di lantai dua, ada tiga ruang sidang dan satu ruang sidang utama Tipikor di lantai satu. Namun tidak menutup kemungkinan kalau nanti sidang tipikornya crowded (penuh) ruang sidang lain juga akan bisa dipakai," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Sutio Jumagi Akhirno, Jumat (13/11).

Ia menjelaskan, ruang sidang utama Kartika yang berukuran 11X8 meter persegi dapat menampung hingga ratusan orang. Di ruangan itu ada 28 bangku pengunjung yang masing-masing bisa diduduki empat orang, disusun dalam dua baris dan tujuh sap.

Sutio menjelaskan pula bahwa ada dua ruang sidang utama, enam ruang sidang besar dan ruang-ruang sidang biasa untuk perkara pidana biasa yang tidak sulit pembuktiannya di gedung pengadilan itu.

"Kalau ruang sidang utama khusus untuk perkara-perkara yang melibatkan public figure, perkara-perkara yang menarik perhatian masyarakat yang mungkin pengunjungnya diperkirakan cukup besar," katanya.

Sayangnya, ruangan itu belum dilengkapi dengan alat rekam video yang langsung tersambung ke monitor di gedung KPK seperti lazimnya sidang-sidang perkara korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi saat masih menumpang di gedung Ombudsman Republik Indonesia di Jl HR Rasuna Said kavling C19 Jakarta Selatan.

Pengunjung yang ingin merekam persidangan pun kesulitan karena pelantang suara ada di pojok atas ruangan.

"Untuk alat rekam sementara mungkin masing-masing, belum ada disiapkan di sini. Mungkin pihak KPK atau jaksa bisa membawa alat perekam sendiri. Tapi untuk sound system sudah berfungsi, sudah OK," kata Sutio.


Besar dan Luas

Sutio menjelaskan sidang perkara pidana biasa, niaga, perdata, dan sidang pengadilan hubungan industrial mulai 16 November digelar di gedung pengadilan yang baru.
 
"Sidang-sidang Tipikor yang ada di Kuningan semuanya akan pindah kemari. Begitu juga sidang-sidang yang ada di PN Jakarta Pusat (Jalan Gajah Mada) dan PHI di MT Haryono," kata Sutio.

Gedung utama pengadilan meliputi delapan lantai ditambah satu ruang bawah tanah untuk tempat tahanan.

Ruang sidang berada di tiga lantai satu sampai lantai tiga. Di lantai empat, ada ruang untuk para hakim dan panitera, panitera/sekretaris pengadilan serta ruang panitera pengganti.

Sementara ruang juru sita, kepaniteraan perdata dan loket pendaftaran, ruang hakim, ruang arsip dan ruang kepegawaian berada di lantai lima serta lantai enam untuk kepaniteraan pidana, hukum, niaga, tindak pidana korupsi dan pengadilan hubungan industrial.

Gedung ini pun dilengkapi dengan auditorium; klinik dan ruang sidang anak; ruang arsip; ruang tunggu untuk terdakwa, jaksa dan saksi; tempat parkir; musholla; ruang media; kantin; lapangan futsal untuk pegawai pengadilan dan hakim.

Berbeda dari ruang tunggu terdakwa dan saksi di pengadilan yang lama, ruang tunggu terdakwa di gedung baru berukuran sekitar 10 x 8 meter dan berjeruji besi yang diperuntukan bagi terdakwa perkara pidana umum.

Sedang ruang tunggu untuk para tahanan perkara korupsi ada di seberang ruangan itu, lebih tertutup meski pintunya tetap menggunakan teralis besi. Sinyal telepon selular sulit sampai ke tempat tersebut.

"Di sini sinyal sulit, saya juga bingung kalau ada panggilan sidang di atas (dari ruang sidang). Kalau pakai HT pun bunyinya tidak jernih," kata salah seorang pengawal tahanan KPK.


Pengamanan

Untuk menjaga keamanan selama sidang, Sutio mengatakan, gedung tersebut dilengkapi dengan alat deteksi logam, kamera pengawas (Closed Circuit Television/CCTV) di setiap lorong dan lebih banyak petugas keamanan.

"Security lebih banyak dari PN Pusat lama maupun Tipikor lama, dan juga ada BKO (Bantuan Kendali Operasi) dari pihak kepolisian setiap hari kerja. Kalau ada sidang, pasti ada pengamanan dari pihak kepolisian," katanya.

Sedangkan untuk mengamankan pengadilan dari para makelar kasus, Sutio juga mengatakan, ruang hakim dan panitera hanya bisa dimasuki orang-orang dengan akses khusus.

"Ruang hakim dan panitera itu di lantai empat dan masuk ke situ ada akses khusus, tidak bisa sembarangan. Hakim yang sidang pun nanti ada lorong yang khusus ke ruang sidang, tidak melewati pengunjung," katanya.

"Kalau selama ini di Tipikor saja kita harus melewati orang, kadang saat mau pulang satu lift dengan terdakwa, di sini Insya Allah ada lift khusus. Ada parkir untuk hakim di lantai lima yang aksesnya langsung ke lantai empat tempat hakim-hakimnya berkantor," jelas Sutio.

Menurut Sutio, sesuai surat edaran Mahkamah Agung, tamu diterima di ruang terbuka seperti di lobi.

"Ada lobi, semua pengadilan harus menyiapkan, harus transparan karena tidak tertutup kemungkinan ada teman-teman atau keluarga datang. Makanya kalau di tempat umum bisa tahu, supaya dipantau, juga dilengkapi CCTV," ungkap Sutio.

Namun pada sidang perdana Senin, aparat keamanan belum melakukan pengawasan ketat terhadap pengunjung yang keluar masuk gedung yang dibangun dengan anggaran Rp131 miliar itu.

Meski ruang untuk sidang perkara korupsi bertambah, hakim ad hoc untuk tindak pidana korupsi hanya enam orang, jauh lebih sedikit dibanding kebutuhan persidangan.

"Tadinya delapan orang tapi tiga orang tidak diperpanjang, lalu satu orang tambahan dari Serang. Enam hakim ad hoc masih dirasa kurang. Sehari-hari sidang masih merasa kurang, sering kali tarik-menarik hakim ad hoc sehingga sidang sampai jam 11 malam," kata Sutio.

"Kalau di pengadilan Tipikor sana, di samping kurang hakim ad hoc kurang ruang sidang, tapi kalau di sini, cukup ruangannya, hakim ad hocnya kurang," tambah Sutio.

Ia menambahkan hakim Tipikor karir ada 16 orang, masih mencukupi, tapi hakim ad hoc masih butuh dua orang lagi.

"Kalau ad hoc ditambah dua hakim lagi kita bisa serentak sidang semua walaupun ditetapkan majelisnya masing-masing lima orang, belum lagi nanti ada hakim ad hoc yang banyak volume sidangnya, di setiap perkara ada," jelas Sutio.

Mahkamah Agung pekan lalu baru mengangkat 18 hakim ad hoc Tipikor yang baru, namun belum jelas berapa yang akan ditempatkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dan sekarang semua menunggu seberapa efektif rumah megah baru wakil Tuhan itu menghadirkan keadilan bagi para pencarinya.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015