Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimly Asshiddiqie SH, di Jakarta, Senin, menilai berbagai upaya para pihak untuk kembali ke Undang Undang Dasar 1945 yang asli, nampak seperti masuk akal, padahal ide itu sebenarnya sangat berbahaya. Kepada pers usai menemui Ketua DPR RI, Agung Laksono di Gedung Parlemen, Senayan, Jimly Asshiddiqie menyayangkan sikap para penyelenggara negara yang berpolemik di media massa, tanpa penyelesaian. Dikatakan, saat ini belum sama persepsinya berbagai pihak terhadap UUD 1945 (hasil amandemen), juga terhadap berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga telah menimbulkan kebingunan masyarakat. Karenanya, Jimly Asshiddiqie meminta agar silang-sengketa yang terjadi di antara para penyelenggara negara, segera diselesaikan. "Itu kan terjadi karena belum samanya persepsinya terhadap UUD dan berbagai peraturan perundang-undangan, telah menimbulkan kebingungan masyarakat. Permasalahan itu bisa diselesaikan secara bilateral atau bersama-sama. Bila tidak bisa diselesaikan secara bilateral, maka ajukan perkara ke Mahkamah Konstitusi (MK)," tegasnya. Ketua MK menyorot khusus polemik berkepanjangan di berbagai media massa tanpa penyelesaian, sehingga mengakibatkan ide-ide untuk kembali ke UUD 1945 yang asli, nampak seperti masuk akal. "Padahal, ide itu sangat berbahaya," ujar Jimly Asshiddiqie yang mengaku, sebenarnya dirinya tidak ingin berkomentar, agar situasi tidak bertambah panas. Sampai saat ini, lanjut Ketua MK, banyak di antara para penyelenggara negara sibuk bertengkar sendiri, juga direpotkan memikirkan bagaimana menambah kekuasaan. "Ada lagi yang sibuk bagaimana mengurangi kewenangan lembaga lain. Yang lain ribut bagaimana menambah gaji dan tunjangan," ungkapnya bersemangat. Agung Laksono juga di tempat yang sama menerima Todung Mulya Lubis dkk dari Koalisi Konstitusi Baru (KKB). Todung Mulya Lubis mengatakan, KKB intinya meminta masyarakat mewaspadai kelompok yang ingin kembali ke UUD` 45. Menanggapi hal itu, Agung Laksono menegaskan akan menindaklanjuti apa yang disampaikan oleh KKB kepada komisi-komisi dan alat kelengkapan DPR RI serta fraksi-fraksi. "Yang jelas, dewan tidak menganut paham anti amandemen. Tapi amandemen selanjutnya harus dilakukan dengan hati-hati dan jelas substansinya. Sebab, amandemen adalah suatu keniscayaan tapi tidak harus buru-buru dilakukan," tambah Agung Laksono. Secara tersirat, Agung Laksono yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar lebih condong kepada perbaikan terhadap UUD 1945 hasil amandemen ke-5. Agung juga memahami pernilaian Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, termasuk mengenai substansi yang muncul mengenai bentuk dari parlemen Indonesia. "Kalau system dua kamar (bi cameral), harus jelas ada upper house dan lower house dengan berbagai argumentasi yang bisa diterima semua pihak. Kalau tidak mau, ya dikembalikan ke uni kameral. Tapi semua ketentuan harus jelas dan tidak membingungkan banyak pihak. Untuk itu tidak ada batasan waktu," katanya. Ditambahkan, kalaupun ada amandemen UUD 1945, mestinya harus jelas substansi yang akan diubah dan latar belakang perubahannya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007