Karawang (ANTARA News) - Beras Hasil kerjasama LPPM IPB dengan Diijen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Departemen Pertanian (Deptan), dilakukan panen perdana. Panen perdana padi varietas Ciherang itu dilaksanakan di Kampung Bekuh Desa Telaga Mulya Kecamatan Telaga Sari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu. Dalam kesempatan panen perdana secara simbolis itu hadir Dirjen PPHP Deptan Djoko Said Damardjati, Wakil Rektor (WR) IV IPB, Dr Ir Asep Saefuddin, MSc, Sekretaris LPPM IPB, Dr Ir Suharyadi, DEA, serta Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Dr Ir Dahrul Syah. Selain itu, juga hadir pejabat dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karawang, Camat Kecamatan Telaga Sari beserta para Kepala Desa, dan sejumlah petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sri Wargi Mekar, Kabupaten Karawang. Menurut WR IV IPB, Asep Saefuddin, dalam perdagangan beras kemasan berlabel, mutu beras yang dikemas merupakan sesuatu yang diharapkan konsumen. Sayangnya, dalam kenyataan, beras dalam kemasan berlabel belum sepenuhnya menunjukkan mutu beras yang diinginkan konsumen. Selain itu, label varietas yang tertera dalam kemasan, khususnya untuk varietas-varietas khusus, pada umumnya tidak sesuai dengan kenyataan varietas yang ditampilkan. "Padahal konsumen tertarik membeli beras yang ditawarkan dikarenakan oleh nama varietas yang ditampilkan pada label kemasan. Dengan demikian, ada kecenderungan bahwa beberapa pemilik beras berlabel telah melakukan kecurangan dalam berbisnis beras berlabel," katanya. Karena itu, kata dia, program pemasaran beras berlabel yang digagas LPPM IPB bersama Ditjen PPHP, adalah implementasi dari tuntunan agama, yang mengajarkan umatnya untuk senantiasa berlaku jujur. "Kita coba menerapkan perintah Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kehidupan agama itu ada dalam padi, ada dalam beras, ada dalam label," katanya. Sementara itu, Ketua Tim Beras Berlabel, Dr Ir Yadi Haryadi, MSc menjelaskan, program ini ebagai salah satu upaya membangun sistem kejujuran pedagang beras, sekaligus upaya mencerdaskan para konsumen. "Sekarang kan banyak beras berlabel Pandan Wangi, ternyata isinya bukan. Karenanya, pendampingan yang kami lakukan adalah dengan membina mulai dari menanam, panen, pasca panen hingga mendapatkan beras yang benar-benar asli. Kalau Ciherang awalnya, ya... ujungnya pun harus Ciherang," katanya. Staf pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB ini menyatakan, pada uji coba pemasaran beras berlabel di dua kabupaten, yakni Cianjur dan Karawang, label yang mungkin akan dicantumkan adalah seperti "Sudah diuji oleh Laboratorium yang Terakreditasi Dibawah Binaan IPB bersama Deptan". "Ke depan, sekitar tiga atau lima tahun, label tersebut tentu akan dilepas. Dengan harapan, pada saat itu, para pedagang dan juga konsumen sudah mengerti tentang pelabelan yang sebenarnya," katanya. Sedangkan Dirjen PPHP Deptan, Djoko Said Damardjati mengemukakan, kerugian yang dialami Indonesia akibat pemalsuan label beras pada tahun 1989 adalah sekitar Rp240 miliar atau sekitar 240 juta dolar AS. "Saat itu satu dolar AS masih sekitar Rp1.000. Kalau kita hitung kerugian tersebut pada saat ini, maka berapa triliun rupiah kerugian yang kita alami. Karenanya, kesempatan ini merupakan momentum untuk menjadikan kita sebagai pionir orang-orang jujur," katanya. Pada acara itu, Tim Beras Berlabel memberikan penghargaan pada kelompok tani yang dinilai aktif selama masa pendampingan. Penghargaan berupa sebuah televisi 14 inchi akhirnya diserahkan pada Poktan yang diketuai Komar, yang meraih nilai 89.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007