Sekarang konsentrasi buat helm ukir aluminium karena banyak diminati perusahaan-perusahaan tambang untuk kenang-kenangan,"
Yogyakarta (ANTARA News) - Pengrajin perak yang tergabung dalam Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Kecil Mataram di Kota Gede, Yogyakarta mulai menekuni usaha pembuatan kerajinan helm ukir aluminium karena banyak diminati perusahaan tambang nasional.

"Sekarang konsentrasi buat helm ukir aluminium karena banyak diminati perusahaan-perusahaan tambang untuk kenang-kenangan," kata ketua Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Kecil Mataram (Asperam), Pandit Anggoro di Yogyakarta, Jumat.

Menurut Pandit, inisiatif untuk menekuni pembuatan helm ukir aluminium itu bermula dari permintaan pengusaha tambang di Kalimantan, yang selanjutnya hasilnya diminati oleh para pengusaha lainnya. "Sebetulnya dulu pernah membuat tapi tidak berlanjutnya, sehingga kami pikir untuk saat ini cukup menjanjikan," kata dia.

Menurut dia, satu unit helm ukir dipatok mulai Rp850 ribu hingga Rp1juta, tergantung ukuran dan tingkat kerumitan ukiran yang dipesan. Adapun perusahaan tambang yang telah banyak memesan antara lain perusahaan yang beroperasi di Kalimantan serta Riau dan yang berkantor di Jakarta. "Rata-rata 100 helm ukir sekali pesan. Ada juga yang memesan satuan," kata dia.

Meski mengandalkan bahan aluminium, menurut dia, produksi kerajinan dengan bahan baku perak tetap berjalan. Kerajinan aluminium diminati karena proses pembuatannya lebih mudah dan harga bahan bakunya murah yakni Rp1 juta per 20 kg, sedangkan bahan baku perak (perak acir) masih mencapai Rp9 juta per kg.

"Memang yang serius menekuni helm ukir di Kota Gede masih enam orang pemilik usaha kerajinan perak," kata dia.

Dengan potensi kerajinan helm ukir itu, Pandit berharap pemerintah daerah dapat membantu mempromosikan serta memfasilitasi akases ekspor. "Kami memang mencoba model serta bahan-bahan lain, setelah selama tiga tahun omzet penjualan produk kerajinan perak terus mengalami penurunan," kata dia.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015