Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Mukhamad Misbakhun akan meluncurkan buku  "Sejumlah Tanya Melawan Lupa, Mengungkap 3 Surat SMI kepada Presiden SBY", esok Rabu.

"Niat utama saya adalah saya ingin mengingatkan kepada publik bahwa ada persoalan yang serius dalam sebuah episode bangsa Indonesia yang belum tuntas diselesaikan yaitu kasus bailout Bank Century," kata Misbakhun di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, belum tuntasnya kasus ini adalah karena menyangkut siapa dalang dari diputuskannya bailout Bank Century yang melanggar hukum itu.

Ia mengatakan, saat ini rezim sudah berganti, namun penegakan hukum harus diteruskan dan tidak bisa berhenti begitu saja menunggu menipisnya daya ingat publik yang mulai ditumpuki masalah-masalah baru yang lebih aktual.

"Saya hanya ingin membuka daya ingat publik tersebut. Jangan sampai pula, daya ingat publik yang tidak panjang itu dimanfaatkan untuk mengubur kasus bailout Bank Century. Dalangnya harus dibongkar," tegas salah satu penggagas Hak Angket DPR terhadap kasus bailout Bank Century ini.

Yang membedakan buku yang ditulisnya dengan buku-buku soal Century yang sudah ada, kata dia, dalam buku ini dia mengungkap secara detail tiga surat sangat rahasia Sri Mulyani Indrawati (SMI) selaku Menteri Keuangan ex officio Ketua KSSK kepada Presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono terkait kebijakan bailout itu.

"Termasuk dalam buku ini diungkap Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap SMI terkait kasus Bank Century," kata Misbakhun.

Dalam peluncuran buku nanti, dia akan menghadirkan istri mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya dan puterinya, Nadya Mulya untuk memberikan testimoni kepada publik apa yang dirasakan keluarga Budi Mulya selama disangkakan sebagai orang yang terlibat dalam kasus Century dan sampai saat ini hanya Budi Mulya yang dihukum.

"Emosi, perasaan, curahan isi hati mereka paling tidak juga harus diketahui oleh publik supaya mereka tidak merasa menjadi korban sendirian dari kasus Bank Century dan seolah-olah pelaku tunggal dari kebijakan tersebut," tuturnya.


Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015