Jakarta (ANTARA News) - OC Kaligis mengaku siap disidang dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, asalkan KPK bersedia bertanggung jawab terkait masalah kesehatannya.

"Dia (OC Kaligis) bilang dia tidak mau tanda tangan dan menolak apa yang dilakukan penyidik. Tapi dia dengan tegas menyatakan kalau dia akan siap menghadapi pengadilan. Jadi silakan saja Anda (penyidik dan penuntut umum) menjalankan tugas Anda dan saya cuma minta satu menyangkut kesehatan," ungkap pengacara Kaligis, Johnson Panjaitan di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Hari Selasa dilakukan pelimpahan berkas penyidikan ke tahap penuntutan (P21) dalam perkara tersebut, sehingga jaksa penuntut umum KPK memiliki waktu 14 hari untuk dibuat surat dakwaan untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sejak ditahan pada 14 Juli 2015 lalu, OC Kaligis diketahui baru sekali diperiksa dan setelah itu ia selalu menolak diperiksa baik sebagai saksi maupun tersangka. Kaligis juga menolak untuk menandatangani berkas pemeriksaan.

"Karena itu dia tetap meminta agar sesuai dengan keinginannya yang sampai sekarang belum berhasil dipenuhi oleh KPK agar diperiksa oleh dokter RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat). Kalau diberikan kesempatan tentu ada tiga sampai empat hari pemeriksaan kesehatan itu bisa dilakukan dan diambil tindakan dan dia bisa penuh percaya diri untuk menghadapi proses pengadilan itu," tambah Johnson.

Kaligis punya riwayat sakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes dan penyempitan syaraf.

"Tapi dari situasi ini terlihat bahwa sebenarnya secara faktual sejak awal pak OCK ini dalam kondisi sakit dan sakitnya sangat memprihatinkan dan penuh risiko karena menyangkut pembuluh darah di otak," jelas Johnson.

Johnson mengaku ia bersama pengacara OC Kaligis yang lain, Humprey Djemat mewakili OC Kaligis bertemu dengan penyidik dan penuntut umum yang menawarkan untuk menandatangani berita acara pelimpahan pemeriksaan. Namun baik Johnson maupun Humprey juga menolak menandatangani berkas tersebut.

"Saya bilang karena klien kita tadi sudah menolak kami juga menolak," tambah Johnson.atas dua bagian yaitu surat perpanjangan penahanan untuk 20 hari ke depan sejak hari Selasa dan surat pelimpahan yang memuat pasal sangkaan terhadap OC Kaligis.

"Surat pelimpahan tadi sudah kita baca, di dalam surat pelimpahan itu sangat jelas pasal-pasalnya tidak berubah. Jadi pasal 5, 6, 13 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, jadi tidak ada pasal pencucian uang, maupun pasal 21 mengenai menghalang-halangi proses penyidikan," tegas Johnson.

KPK sudah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis, anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang.

atas ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah OC Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5000 dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5000 dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015