Jakarta (ANTARA News) - Penyidik KPK akan membawa berkas pemeriksaan lengkap OC Kaligis untuk ditandatangani ke rumah tahanan Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur.

"Kami dikontak salah satu penyidik, dibilang hari ini ada pelimpahan untuk P21, yaitu berkas (pemeriksaan) diserahkan dari penyidik kepada penuntut umum. Rencananya mau dilimpahkan di kantor KPK, tapi kalau Pak OC tidak bisa di kantor KPK maka pelimpahan dilakukan di rutan Guntur, saya sekarang mau ke sana," kata salah satu pengacara OC Kaligis, Humprey Djemat di gedung KPK Jakarta, Selasa siang.

Sejak ditahan pada 14 Juli 2015 lalu, OC Kaligis baru sekali diperiksa, dan setelah itu ia selalu menolak diperiksa baik sebagai saksi maupun tersangka. Kaligis juga menolak untuk menandatangani berkas pemeriksaan.

"Sebelumnya Pak OC tidak mau tidak tanda tangan, kalau soal seperti itu pasti KPK punya mekanismenya, seperti kemarin perpanjangan penahanan. Karena Pak OC Kaligis nggak mau menandatangani, penolakannya juga tidak mau ditanda, ada kamera video yang dibawa dan merekam segala sesuatu, KPK punya caranya untuk itu. Mungkin orang-orang diseret atau dipaksa untuk tanda tangan," tambah Humprey.

Namun, Humprey mengaku bahwa OC Kaligis akan membuka segala sesuatunya di pengadilan.

"Pak OC kan dari awal sudah bilang bahwa dia akan buka semua di pengadilan. Kenapa tidak di KPK, karena di sini dia merasa diperlakukan tidak adil. Kalau di pengadilan dia berharap bahwa pengadilan akan jujur dan adil. Saya rasa Pak OC yang tahu semua," tegas Humprey.

KPK sudah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis, anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang.

Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah OC Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015