Jakarta (ANTARA News) - Menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70, kawasan Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi Nomor 56, Jakarta Pusat dipercantik.

Terdapat tiga monumen penting di kawasan itu yakni Tugu Petir, patung perunggu Soekarno-Hatta dan marmer hitam bertuliskan naskah proklamasi, serta Tugu Wanita.

"Seluruhnya sudah mulai dibenahi dan dibersihkan sejak 10 hari lalu. Pelataran dipel menggunakan mesin pengepel, lampu-lampu dicek dan diganti, dinding-dinding dicat dan tanaman-tanaman di sekitarnya dipangkas rapi," kata Ahmad Muhidin, salah sorang penjaga kompleks Tugu Proklamasi di Jakarta, Minggu.

Hasilnya, kompleks bersejarah itu tampak lebih hidup.

"Nanti Pak Gubernur akan melakukan renungan malam dan upacara kemerdekaan di sini, untuk yang pertama kalinya dalam sejarah. Makanya kita mulai bersih-bersih," kata Muhidin.

Revitalisasi


Bersih-bersih di kawasan Tugu Proklamasi sebenarnya merupakan bagian dari proyek revitalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Revitalisasi juga akan dilakukan hingga Gedung Pola yang lokasinya dekat dengan kompleks tersebut.

Menurut Erwin Sugiarto, salah seorang konservator  Tugu Proklamasi, monumen itu kurangnya perawatan dan mendapat perlakukan yang salah. Salah satunya terjadi pada patung sang Proklamator.

Patung Soekarno dibuat dari perunggu dengan tinggi 4,60 meter sedangkan patung Bung Hatta setinggi 4,30 meter. Naskah Proklamasi pun terbuat dari perunggu.

"Patung-patung perunggu dua proklamator itu  masa dicat? Seharusnya patung bahan perunggu tidak boleh dicat karena akan berakibat proses penggaraman lalu korosi yang tidak kasat mata. Nanti tahu-tahu sudah rusak, tanpa sempat ditangani," kata Erwin yang sudah menangani sejumlah situs penting di Indonesia termasuk konservasi Patung Pancoran tahun lalu.

Nantinya, cat pada patung-patung itu akan dikelupas seluruhnya.

"Memang sih warnanya jadi tidak semengkilap kalau dicat, tapi demi keberlangsungan monumen, kami akan kelupas semua," katanya.

Sementara, Elemen Latar Belakang berupa relung-relung segitiga yang terletak di belakang patung terlihat tak terawat. Bagian tersebut terbuat dari marmer Tulungagung.

"Ada sekitar 70 keping marmer yang lepas dan hilang. Sekarang barangnya sudah tidak diproduksi lagi, ini harus kami konsultasikan pada tenaga ahli konservasi apakah bisa diganti dengan marmer jenis lain atau bagaimana," kata Erwin.

Lebih lanjut ia menjelaskan, tugu-tugu akan dilapisi dengan kapur sebelum dicat agar permukaan beton memiliki pori-pori untuk bernapas dan tidak lembab.

Proses konservasi, menurut Erwin, akan memakan waktu hingga dua bulan.

"Jadi nanti saat dipakai upacara belum selesai pekerjaan kami. Tapi tidak apa-apa karena secara visual sudah rapi, cuma dalam-dalamnya belum sempurna," katanya.

Setelah selesai direvitalisasi, Tugu Proklamasi akan terlihat berbeda dari sebelumnya. Tugu Petir dan Tugu Wanita akan tampil dengan cat baru, sementara warna patung sang Proklamator tak akan lagi hitam mengkilap.

"Tetap berwarna hitam tapi tidak mengkilap seperti sekarang, mungkin agak kusam sedikit," kata Erwin.

Warna tinta di monumen Naskah Proklamasi yang dulunya berwarna hitam akan berubah menjadi kuning emas.

"Itu permintaan Pak Wagub, katanya kalau pakai hitam tidak jelas," katanya.

Sejarah


Tugu Proklamasi memiliki sejarah yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia. Pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, Soekarno-Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan di Rumah Soekarno, Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.

"Rumah itu sekarang sudah rata dengan tanah. Lokasinya persis di Tugu Petir itu. Kenapa disebut Tugu Petir? Karena pada saat itu rakyat Indonesia sama sekali tak menyangka kita akan merdeka, makanya saat Soekarno membacakan proklamasi, itu terdengar seperti petir. Menggelegar," kata Muhidin.

Di atas rumah Soekarno yang dirobohkan pada sekitar tahun 1965-an itu kemudian dibangun Monumen Proklamasi atas prakarsa Presiden Soeharto.

Monumen dibuat pada November 1979 hingga 1980 oleh beberapa pematung di antaranya Ir. Budiono Soeratno, I Sardono Sugiyo, Y. Sumartono, Drs. Nyoman, dan G. Sidarta Sugiyo.

Pada 16 Agustus 1980, Tugu Proklamasi diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015