Jakarta (ANTARA News) - Keluarga pengacara OC Kaligis adalah pihak yang menjadi insiator pelaporan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri atas dugaan penculikan.

"Dilaporkan oleh keluarga dan anak-anaknya, tapi mereka sudah konsultasi dengan saya, dan sudah menginformasikan kemarin," kata salah satu pengacara Kaligis, Humprey Djemat di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Pada Kamis, Bareskrim Polri sudah menerima laporan dugaan penculikan tersebut dari tim kuasa hukum Kaligisi bersama barang bukti berupa rekaman dan sejumlah kesaksian. Sebagai langkah awal, Bareskrim akan berkoordinasi dengan KPK untuk memeriksa Kaligis sebagai saksi korban.

"Yang dilaporkan penculikan, berarti pasal 328 KUHP karena pada waktu (KPK) datang, kira-kira 6 orang mengaku sebagai petugas KPK bertemu dengan Pak OC di lobi Hotel Borobudur, mereka itu tidak memperlihatkan dan membacakan surat tugasnya, hanya memperlihatkan begini saja," ungkap Humprey seraya menunjukkan map untuk menirukan gaya penyidik saat menjemput paksa Kaligis di Hotel Borobudur pada 14 Juli 2015 lalu.

Setelah itu, menurut Humprey, penyidik hanya meminta Kaligis ikut ke kantor KPK.

"Ikut kita ke kantor, mohon jangan buat gaduh di sini, tolong ikut kita saja, nanti semuanya kita jelaskan di kantor KPK, katanya begitu," tambah Humprey.

Padahal menurut Humprey, Kaligis tidak menginap di hotel itu karena baru tiba dari Makassar.

"Pak OC tiba di Jakarta tanggal 13 (Juli) siang. Karena pada waktu tanggal 13 Juli itu, waktu terima surat panggilan, yang disuruh datang jam 10 Pak OC masih di Makassar, dan dia ada tugas profesi di Pengadilan Negeri Makassar," jelas Humprey.

Atas pelaporan tersebut, KPK menanggapinnya dengan santai.

"Soal laporan OCK ke Bareskrim, silakan saja itu hak yang bersangkutan, mau lapor kemana saja. Saya yakin pihak Bareskrim jernih melihat persoalan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi pada Kamis (6/8).

KPK sudah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis, anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang.

Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah OC Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015