Jakarta (ANTARA News) - Pelaku industri otomotif berharap kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurunkan batas minimum uang muka pembiayaan kendaraan bermotor bisa merangsang angka penjualan.

Hal ini diungkapkan Asisten General Manager Yamaha Indonesia, Mohammad Masykur. Kendati begitu, dia mengatakan, pihaknya harus menunggu karena pasar otomotif terutama motor tengah lesu karena kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak).

"Kami cukup senang dengan hal ini dan semoga membawa dampak positif untuk merangsang konsumen membeli motor," ujar Masykur kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu.

"Namun, sepertinya kami harus lebih bersabar karena lesunya pasar motor juga terjadi karena biaya kehidupan konsumen yang naik akibat BBM premium juga sudah tidak disubsidi," tambah dia.

Selain BBM, daya beli masyarakat juga menurun seiring dengan kenaikan harga kebutuhan pokok seperti beras dan gas.

Dia mencatat, pada kuartal pertama, angka penjualan motor Yamaha tumbuh negatif atau turun 20-25 persen.

Sementara itu, General Manager Marketing PT Nissan Motor Indonesia (NMI) Budi Nur Mukmin mengatakan, dalam jangka panjang, kebijakan OJK bisa menjadi salah satu faktor pemacu penjualan.

"Sebenarnya ini hanya satu solusi saja dari banyak faktor penentu untuk menaikkan penjualan. Ada customer yang suka DP rendah tetapi ada yang suka cicilan murah," kata dia. 

Di samping itu, menurut dia, peningkatan penjualan juga dipengaruhi kondisi nilai tukar rupiah yang belum stabil dan suku bunga yang masih tinggi.

"Tetapi, di atas itu semua mereka hanya akan bertransaksi kalau mereka punya confidence dengan kondisi ekonomi," tutur Budi.

Dia menambahkan, sejauh ini efek penurunan uang muka pembiayaan kendaraan bermotor bagi penjualan belum terlihat.

"Sampai sekarang, efek penurunan uang muka leasing belum ada pengaruhnya terhadap pasar karena saya rasa masih perlu waktu untuk sosialisasi."
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015