Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak menemukan kerugian negara dalam penjualan pabrik gula PT Rajawali Nusantara Indonesia di Gorontalo oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional( BPPN), karena tidak ada kesalahan prosedur dalam proses penjualannya. "Dalam hal ini boleh kita katakan bahwa dari hasil pemeriksaan kita itu, tidak ada hal-hal yang merugikan negara, mendengar ketentuan di dalam proses daripada penjualannya," kata Anggota BPK I Gusti Agung Made Rai di Jakarta, Jumat. Kasus penjualan pabrik yang diduga merugikan negara tersebut sempat membuat mantan Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung meringkuk di tahanan Kejaksaan Tinggi DKI selama beberapa bulan. Syafruddin Tumenggung dalam kapasitasnya sebagai Kepala BPPN saat itu telah menjual aset negara yang dikuasakan kepada BPPN tersebut hanya dengan harga Rp84 miliar, meski nilai sebenarnya diperkirakan mencapai Rp500 miliar sehingga terjadi kerugian negara sekitar Rp416 miliar. Namun, menurut Agung, pihaknya menggunakan pendekatan prosedur penjualan dalam audit BPK karena sulit jika menggunakan pendekatan hasil penjualan. "Kalau kita menggunakan pendekatan hasil berarti itu seolah-olah akan membandingkan hasil ini dengan hasil itu. Sedangkan BPPN ini cirinya khas sekali, satu-satunya yang ada," katanya. BPPN sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan PP 17/1998 memiliki tugas pokok menyehatkan perbankan, menyelesaikan aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada perbankan. Dalam pelaksanaan tugasnya, BPPN dibekali dengan Keppres 34/1998 tentang Tugas dan Kewenangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang memberinya wewenang untuk menjual aset dengan nilai buku setinggi-tinggi 70 persen, tanpa batas bawah. Syafruddin Tumenggung sendiri setelah dikeluarkannya hasil audit tersebut, kini tinggal menunggu Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007