Jakarta (ANTARA News) - "Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan/menempelkan di muka umum tulisan, gambaran/benda yang isinya melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan sengaja mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan/menunjukkan sebagai bisa diperoleh, diancam pidana penjara paling lama setahun enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah." Pasal 282 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) itu saat ini sedang menjerat Maria Eva, penyanyi dangdut yang menjadi tersangka dalam kasus penyebaran video mesum yang dilakukannya bersama Yahya Zaini. Maria Eva, artis kelahiran Sidoarjo, 21 Februari 1979, yang memiliki nama asli Maria Ulfah, selain mengaku berhubungan intim dengan Yahya Zaini, juga mengaku pernah melakukan aborsi pada saat kandungan berumur dua bulan. Dalam KUHP tertulis bahwa aborsi termasuk dalam tindak kejahatan terhadap nyawa. Ibu yang sengaja melakukan aborsi diancam hukuman pidana penjara paling lama empat tahun. Sedangkan bagi orang yang mendorong terjadinya aborsi, bila dilakukan tanpa persetujuan si ibu, hukumannya penjara 12 tahun (pasal 347). Bila aborsi dilakukan atas persetujuan si ibu hamil, hukumannya 5 tahun 6 bulan penjara. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes I Ketut Untung Yoga Ana pernah mengatakan Maria Eva tidak ditahan karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun. Pembuatan dan pengedaran barang yang melanggar kesusilaan akan bisa ditahan, jika perbuatan itu dilakukan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 282 KUHP ayat 3. Menurut dia, ayat 3 Pasal 282 KUHP ini merupakan ayat pengecualian. Maria belum tentu melakukan perbuatan seperti yang disebutkan pada ayat tersebut. Ketut mengatakan polisi sudah memiliki fakta hukum yang cukup untuk menetapkan Maria sebagai tersangka. Dari sebuah sumber di kalangan perwira polisi, disebutkan beberapa hal yang menjadikan Maria Eva sebagai tersangka, salah satunya adalah pengakuan telah membuat rekaman video mesum tersebut. Sejumlah saksipun diperiksa atas kasus ini. Ine Wiriyanti, direktur rumah produksi PT Media Kreasi Visitama, Lusi Daifa, artis sinetron, dan Wati Susilo, wartawati lepas sebuah tabloid hiburan turut diperiksa pihak kepolisian karena ketiganya mengaku pernah ditawari rekaman video mesum tersebut. Terkait masalah aborsi, Ketut mengatakan aborsi bukan merupakan delik aduan sehingga polisi tidak perlu menunggu laporan untuk memanggil Maria Eva. Mencari ketenaran? Pembelaan dari pengacara Maria Eva, Ruhut Poltak Sitompul yang mengatakan pengakuan Maria Eva di salah satu televisi swasta hanyalah untuk memperjelas statusnya bukan mencari ketenaran. "Kalau Maria Eva tidak muncul di televisi, masyarakat pasti berpikir dia wanita rusak, padahal Maria Eva adalah wanita terpelajar, sarjana dan kader Golkar," kata Ruhut mencoba membela kliennya. Ruhut mengatakan sejak beredarnya video mesum tersebut kliennya menghadapi banyak tekanan dari pihak ketiga. Sehingga membuat Maria mengaku menjadi istri dari Yahya Zaini dan dipaksa mengaku yang menyebarkan video tersebut. Pada kenyataannya nama penyanyi dangdut itu mencuat ke permukaan setelah terlibat skandal seks dengan mantan Ketua DPP Partai Golkar yang juga Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPR, Yahya Zaini. Aksi pemerasan? Anggota Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS) DPR, Tiurlan Hutagaol, pernah mengungkapkan ada dugaan aksi pemerasan dalam kasus merebaknya rekaman skandal seks anggota DPR Yahya Zaini dengan artis sinetron Maria Eva. Tiurlan mengatakan istri Yahya Zaini, Sharmila, pernah mengadu padanya mengenai pecobaan pemerasa kepada Yahya Zaini, dengan meminta Yahya menyediakan uang Rp5 miliar, atau kasusnya akan dibongkar. Tiurlan yang juga Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR mengatakan permintaan uang Rp5 miliar tersebut tidak dikabulkan Yahya Zaini. Dugaan adanya permainan, termasuk pemerasan dan permainan politik dalam kasus ini, juga disampaikan anggota Komisi I DPR Ali Mochtar Ngabalin. Hal tersebut ditampik oleh Maria Eva dalam jumpa pers maupun dalam keterangan "live" di televisi. Maria menyatakan sama sekali tidak ada unsur pemerasan dalam kasus merebaknya rekaman skandal itu. Pihaknya tidak tahu-menahu siapa yang mengedarkan rekaman itu. Skandal seks anggota Dewan Skandal seks dalam dunia politik sepertinya bukanlah hal yang aneh. Di Amerika Serikat skandal serupa justru terjadi pada Presiden Amerika. Kasus yang sama terjadi lagi, hanya saja di Indonesia. Rekaman video tentang skandal seks yang tersebar bebas di Gedung Dewan tentu juga sempat membuat gempar masyarakat selain berita tentang poligami ustadz kondang KH Abdullah Gymnastiar atau Aa' Gym. Pengungkapan kasus skandal seks anggota DPR Yahya Zaini dan Maria Eva mungkin bukan skandal yang terakhir muncul di publik, karena kemungkinan kasus serupa masih akan bermunculan dan tujuan akhir dari pengungapan itu adalah anjloknya citra partai politik, termasuk Golkar dan PDIP, kata pengamat politik dari Fisip UI, Dr Amir Santoso. "Mungkin saja ada upaya penghancuran partai-partai besar, seperti PDIP dan Golkar, melalui berbagai cara sehingga citra dan martabat partai itu anjlok di mata rakyat," kata Amir Santoso. Dengan cara itu, dipastikan partai yang diserang melalui sisi skandal seks pada Pemilu 2009 perolehan suaranya bisa turun karena mereka akan dijauhi rakyat. "Itu skenario untuk Golkar yang dilakukan dengan cara pengungkapan kasus skandal seks atau perselingkuhan para kader partainya," kata Amir. Seperti yang telah banyak dipelajari sebelumnya, skandal seks dalam dunia politik selain membawa aib, juga menghancurkan citra banyak pihak, baik si pelaku juga partai atau lembaga yang diikuti. Dan pelajaran lainnya yang menarik adalah skandal seks juga membuat seseorang menjadi cepat terkenal, melesat secepat kilat, tapi segera menghilang ditelan waktu. (*)

Oleh Virna Puspa Setyorini
Copyright © ANTARA 2007