Bogor (ANTARA News) - Indonesia akan menerapkan teknologi "somatik embrio genesis" dari Nestle Perancis untuk memperbanyak bibit kakao dalam waktu singkat, mutunya seragam, dan produktivitasnya tinggi, kata Direktur Eksekutif Riset dari Departemen Pertanian, Didiek Hadjar Goenadi di Bogor, Jumat. Direktur Eksekutif Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (Deptan) itu mengatakan, dua staf Deptan saat ini sedang menjalani pelatihan di Perancis dan akhir 2007 teknologi itu sudah diterapkan di Indonesia. Upaya Deptan bersama Nestle ini adalah untuk mengatasi kekurangan penyediaan bibit karet maupun kakao di Indonesia ditengah semakin membaiknya prospek kakao dan karet di pasar dunia. "Tahun depan (2007) kita potensial defisit bibit karet kira-kira 25 juta bibit dari kebutuhan 45 juta, sedangkan untuk kakao kita potensial defisit 30 juta bibit dari kebutuhan 60 juta bibit," katanya. Berkaitan dengan itu, kata dia, untuk kakao saat ini mulai harus diaktifkan lagi kebun-kebun induk yang selama ini terbengkalai, seperti yang ada di Lampung, Medan, Papua, dan Jawa Timur. Persoalan kurangnya bibit kakao di Indonesia, menurut dia, persoalannya karena dulu harganya tidak menarik bagi petani, sehingga orang tidak menanam, dan hal itu berimbas pada tidak perlunya kebutuhan untuk pembibitan/pembenihan. "Sekarang dengan harga baik, program pemerintah pasti, ada bantuan subsidi bunga, ya... ini luar biasa," katanya seraya menambahkan bahwa di Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu dan Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, sekarang petani gencar menanam kakao, karena memang programnya jelas. Menjawab pertanyaan ANTARA mengenai kiblat teknologi ke Perancis, Didiek Hadjar Goenadi menjelaskan bahwa di Perancis, teknologi tentang hal itu sudah selesai. "Dan lebih dari itu, (teknologinya) ditransfer secara gratis pada kita, selama kita tidak memberikannya kepada kompetitor mereka, dan kalau untuk kebutuhan rakyat," katanya. Ia menyebut kompetitor dari Nestle Perancis adalah seperti Monsanto, serta pabrik coklat lainnya. Transfer teknologi yang diberikan secara cuma-cuma itu kepada Indonesia, kata dia, hanya untuk petani di Indonesia dan malahan diberi hak royalti juga kalau jualan dari teknologi itu. Namun begitu, kata dia, ada sesuatu dibalik itu, yakni perusahaan besar seperti itu tentunya menginginkan "security" pada pasokan bahan bakunya, yakni kalau mendapat keuntungan dengan teknologi perbanyakan yang bagus, nanti petani menanam bahan tanaman yang bagus, sehingga produksi juga bagus. "Kan dia punya sumber bahan baku yang bagus, jadi itu investasi jangka panjang yang diterapkan oleh perusahaan multinasional (MNC) yang besar-besar itu," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006