Mataram (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR Willgo Zainar mengaku tidak setuju dengan langkah pemerintah yang akan melakukan pinjaman luar negeri untuk membiayai pembangunan karena akan membebani rakyat.

"Tampaknya pemerintah sedang menyiapkan rencana utang luar negeri sekitar Rp442 triliun dengan nilai kurs dolar AS sebesar Rp13.000/dolar AS. Saya tidak setuju dengan rencana itu," katanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis.

Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini mengatakan "World Bank" atau Bank Dunia dan "International Monetary Fund" (IMF) atau Dana Moneter Internasional, adalah salah satu yang akan dimintai bantuannya oleh Pemerintah Indonesia.

Upaya melakukan pinjaman luar neger tersebut, kata Willgo, dilakukan pemerintah karena kondisi perekonomian Indonesia tidak lebih baik dari tahun 2014.

Tekanan ekonomi tersebut akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga memberikan kontribusi terhadap melemahnya perekonomian Indonesia.

Melemahnya kondisi perekonomian Indonesia juga berdampak pada tidak tercapainya target pajak.

"Dalam tiga bulan terakhir, kita baru mengumpulkan sekitar Rp198 triliun atau sebesar 15 persen dari target. Banyak pihak pesimis realisasi target pajak yang ditetapkan sebesar Rp1.294 triliun bisa tercapai, bahkan mungkin hanya terealisir sekitar 85 persen hingga akhir tahun 2015," katanya.

Akibat dari itu, kata Ketua DPD Gerindra NTB, ini bila "extra ordinary effort" tidak juga bisa menggenjot target pajak, maka tentunya pilihan bagi pemerintah adalah mengurangi program pembangunan infrastruktur yang cukup besar nilainya, yakni sekitar Rp299 triliun, di samping melakukan pinjaman luar negeri.

"Untuk kondisi ini, saya tidak setuju pemerintah melakukan pinjaman luar negeri, apalagi dengan IMF yang terlalu banyak persyaratan, bahkan cenderung intervensi pada kebijakan pemerintah yang tidak semuanya menguntungkan rakyat dan negara," ucap Willgo.

Ia juga tidak setuju pemerintah melakukan pinjaman luar negeri karena tidak ingin pengalaman tahun 1998 yang masih menjadi kenangan pahit bagi rakyat Indonesia terulang kembali.

Willgo lebih menyarankan pemerintah untuk "reschedule" pembayaran pokok atau bunga utang luar negeri untuk masa tiga tahun kedepan.

Selain itu, menggali dana dari dalam negeri melalui penjualan obligasi dan surat utang negara (SUN) ke publik dengan mata uang rupiah.

Saran lainnya adalah meninjau kembali proyek-proyek infrastruktur yang tidak terlalu penting dan mendesak untuk direalisasikan dan melakukan efisiensi pembiayaan infrstruktur sebesar 15 persen dari pagu yang telah ditetapkan.

Cara itu pernah dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta bersama Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.

Cara yang dilakukan itu ternyata bisa, di mana pemenang tender proyek merupakan penawar harga terendah dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

"Selamatkan uang negara dan hindari utang luar negeri karena itu akan menjadikan Indonesia tidak berdaulat," kata Willgo. 

Pewarta: Awaludin
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015