Solo (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Solo, Rabu, meminta masyarakat dan tokoh tidak mempolitisir upaya pemerintah mengatasi tinggiya harga beras baik melalui operasi pasar maupun penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin). "Pemerintah menyadari konsekuensi dari langkah yang diambil pemerintah untuk menangani tingginya harga beras terutama dampaknya kepada para petani," katanya dalam jumpa pers di kediaman dinas walikota Solo, Rabu. Dia megatakan, dalam mengatasi tingginya harga beras, pemerintah menetapkan dua kebijakan yakni operasi pasar yang dilakukan di daerah-daerah yang membutuhkan dengan harga yang terjangkau. Sedangkan kebijakan yang kedua melakukan penyaluran raskin sebelum pertengahan Januari mendatang. Biasanya raskin disalurkan medio Januari tetapi kini pemerintah mempercepat penyaluran raskin untuk mengatasi tingginya harga beras. Mengenai efektivitas operasi pasar untuk menekan harga beras, Presiden mengakui hingga saat ini operasi pasar yang dilakukan harganya masih tinggi. Karena itu pada operasi pasar mendatang pemerintah akan berupaya dapat menekan harga beras yang dapat terjangkau oleh masyarakat. "Yang kita fokuskan adalah bagaimana rakyat bisa membeli beras dengan harga terjangkau, maka semua upaya akan kita arahkan ke situ," kata Kepala Negara. Terkait hal itu, Presiden meminta pemerintah daerah dan Bulog setempat memantau dinamika pasar yang ada untuk menghindari aksi pembelian besar-besaran yang dapat memunculkan masalah ekonomi dan sosial lainnya. Komoditas politik Persoalan beras, menjadi "komoditas politik" menyusul tudingan dari petinggi Aliansi Kedaulatan Rakyat (Akur) terhadap Gerakan Kebangkitan Indonesia Raya (GKIR) yang digagas mantan wakil presiden Try Sutrisno. Try Sutrisno, setelah bertemu dengan Ketua DPR dan tokoh-tokoh Golkar lainnya di DPR, Jakarta, Selasa (19/12) lalu menyatakan, dari hasil dialog publik yang diselenggarakan GKIR beberapa waktu lalu tercapai satu kesimpulan, yakni memburuknya peri kehidupan bangsa diakibatkan lemahnya kepemimpinan nasional. Akur yang merupakan gabungan dari enam organisasi, yakni The Indonesian Development Monitoring, Serikat Pengacara Rakyat, Sigma Demokrat, Gerakan Mahasiswa Kemerdekaan, FSP BUMN Bersatu, dan Forum Rakyat Anti Korupsi menilai manuver GKIR mendapat dukungan dari Golkar. Juru bicara Akur, Haris Rusly Moti, kepada wartawan di Jakarta, Rabu, mengatakan indikasi bahwa unsur Partai Golkar berada di belakang manuver GKIR itu antara lain tampak dari penerimaan Try Sutrisno dan aktivis GKIR oleh Ketua DPR-RI Agung Laksono, Selasa (19/12), bersama sejumlah anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar. Tujuan dari gerakan itu tidak lebih dari sekadar mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan perombakan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) supaya mereka dapat memasukkan orang-orang mereka dalam KIB, katanya. Wakil Ketua Departemen Sosial DPP Partai Demokrat, Sulaiman Haikal yang menyebutkan, mengatakan manuver politik GKIR tersebut sudah melalui sebuah "pra kondisi" yakni hilangnya stok minyak tanah dan beras di masyarakat. "Kita sudah mengadakan penyelidikan terhadap hilangnya stok minyak tanah dan beras itu. Seolah-olah itu semua merupakan tindakan spekulan bahan bakar minya, beras atau gula. Spekulan-spekulan itu tidak berdiri sendiri melainkan bagian dari jaringan rente dan pemain politik lama. Situasi yang demikian itu bersinergi dengan GKIR. Ada semacam kondisi saling memanfaatkan. Sekarang sedang dilakukan penelitian-penelitian mengenai hal ini," katanya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006