Jakarta (ANTARA News) - Pengumpulan dana eksternal dalam kasus pengumpulan dana non-budgeter di Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) selama kurun 2002 hingga 2004 tidak melalui mantan Sekjen DKP, Andin H Taryoto. Kuasa hukum Andin, Marthen Pongrekun di Jakarta, Senin, mengatakan, kliennya tidak tahu-menahu soal pengumpulan dana eksternal yang berasal dari sumbangan beberapa pihak yang mencapai Rp19,7 miliar. "Yang ada dalam catatan Andin hanya yang bersumber dari internal, dari kepala-kepala unit dinas di beberapa provinsi. Kalau soal dana eskternal, dia tidak tahu dan tidak melalui Andin," tutur Marthen. Ia mengatakan, pengumpulan dana dari kepala unit dinas DKP itu sebenarnya tidak bersifat mengikat. "Yang menyerahkan tidak mendapat penghargaan, yang tidak menyerahkan juga tidak terkena sanksi," ujarnya. "Setoran" dari kepala unit dinas DKP di hampir seluruh provinsi di Indonesia itu, menurut Marthen, jumlahnya beragam dan berkisar antara Rp10 juta hingga Rp100 juta. Dalam catatan Andin, menurut Marthen, pengumpulan dana non budgeter dari 2002 hingga 2005 mencapai Rp15 miliar. Ia menjelaskan, sebenarnya tidak ada perintah dari Rokhmin untuk membuat pembukuan dana non budgeter di DKP. Pencatatan itu, menurut Marthen, adalah inisiatif dari Andin sendiri. Andin baru dua kali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada 27 November 2006. Marthen mengatakan, perintah untuk mengumpulkan dana non-budgeter itu diberikan oleh Rokhmin secara lisan saat Rakernas DKP 2002 di Jakarta, di hadapan para pejabat eselon I DKP. "Saat itu Rokhmin mengatakan agar berusaha untuk mengumpulkan dana untuk melaksanakan tugas-tugas kedinasan yang tidak dianggarkan," kata Marthen. Sementara itu, kuasa hukum Rokhmin, Herman Kadir, membantah adanya perintah lisan dari kliennya untuk mengumpulkan dana non budgeter. Herman mengatakan, Rokhmin hanya meneruskan kebiasaan pengumpulan dana non-budgeter yang telah dimula pada masa Mantan Menteri Sarwono Kusumaatmadja, dan bahkan berlanjut pada masa menteri saat ini, Freddy Numberi, meski akhirnya telah dihentikan pada Maret 2006. Herman justru mengatakan Andin sebagai mantan Sekjen yang menjabat sejak 2001 hingga 2006 justru lebih mengetahui proses pengumpulan dana non-budgeter itu, termasuk pengumpulan yang bersumber dari eksternal. Meski mengetahui pengumpulan dana non-budgeter dari laporan Andin, Herman mengaku Rokhmin tidak tahu soal pengumpulan dana yang bersumber dari eksternal. Dana internal yang bersumber dari lingkungan DKP sendiri berasal dari potongan sebesar satu persen dari dana dekonsentrasi yang diteruskan ke daerah. Sedangkan dana eksternal berasal dari pemberian beberapa pihak. Pengusaha Tomy Winata telah dimintai keterangan oleh KPK soal dugaan aliran dana ke DKP. Dana non-budgeter di DKP disimpan dalam rekening khusus yang dikelola oleh Kepala Biro Keuangan DKP, sedangkan Andin hanya sebagai koordinator pengumpul. Menurut sumber ANTARA News, Rokhmin beberapa kali meminta dana non budgeter langsung ke Andin. Di antaranya untuk dibelikan mobil merk Camry senilai Rp300 juta. "Mobil itu langsung diantarkan oleh pegawai DKP kepada Rokhmin. Orang yang mengantarkan mobil itu masih ada kok sekarang di DKP," kata sumber itu. Menurut sumber itu, Rokhmin juga pernah meminta dana non budgeter sebesar Rp600 juta, namun hanya diberikan Rp200 juta oleh Andin karena hanya jumlah itu yang ada. Setelah Andin menyerahkan uang itu, menurut sumber tersebut, Andin langsung meminta pengunduran diri sebagai Sekjen, namun baru dikabulkan pada awal 2006 ketika ia dimutasi menjadi Kepala Badan Pembinaan Sumber Daya Manusa (SDM) DKP.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006