Batam (ANTARA News) - Dirjen Haji dan Umrah Slamet Riyanto menyatakan akan membicarakan kemungkinan penerapan pertanggungan asuransi haji untuk cacat nonfisik.

Pertanggungan untuk cacat psikis baik untuk diadakan, tetapi pengaturannya masih perlu pembahasan, katanya dalam Rapat Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi/Debarkasi Batam 1429 H, di Batam, Selasa.

Hal itu dikemukakannya menanggapi usul dari perwakilan Jambi yang merujuk pada satu kasus seorang dari jamaah provinsinya tertabrak mobil hingga terlempar lima meter, kemudian setelah dioperasi secara fisik sembuh, namun mengalami amnesia.

Amnesia yang merupakan kecacatan nonfisik, belum termasuk pertanggungan asuransi haji yang dewasa ini terbatas pada pengobatan fisik akibat kecelakaan, kecacatan fisik sementara atau menetap, dan bagi tertanggung yang meninggal dunia.

"Usul agar asuransi haji juga meliputi pertanggungan cacat psikis atau nonfisik, akan saya bawa ke rapat evaluasi nasional," kata Slamet.

PPIH 1429 H Batam dengan 22 kloter memberangkatkan 9.730 jamaah calon haji (termasuk 110 petugas), terdiri atas 1.003 dari Provinsi Kepulauan Riau, 5.053 dari Riau, 1.322 Jambi dan 2.358 dari Kalimantan Barat.

Senin pekan ini PPIH Batam selesai melaksanakan debakarsi/pemulangan semua kloter yang di dalamnya tercatat 18 orang dari jamaah meninggal, yaitu seorang dari Kepri, 10 dari Riau, dan tujuh dari Kalbar.

Rapat evaluasi Dirjen dengan PPIH Batam yang diketuai Razali Jaya merupakan rapat evaluasi pertama dengan 14 PPIH di beberapa daerah yang total pada tahun 1429 H memberangkatkan sekitar 210 ribu calon haji yang 19 ribu di antaranya adalah haji ONH Plus.

Kepada Razali dan seluruh panitia di PPIH Batam, termasuk Saudi Arabian Airlines (SAL) selaku pengangkut jamaah, Slamet menyampaikan penghargaan sebab dari evaluasi sementara, seluruh pelaksanaan penyelenggaraan telah cukup baik.

Secara khusus kepada maskapai pengangkutan jamaah yaitu SAL dan Garuda, ia menyampaikan harapan supaya dapat ikut membangun fasilitas yang monumental, setelah pada penyelenggaraan angkutan haji mendapat keuntungan dengan turunnya harga avtur.

"Ketika kontrak dibuat harga avtur 97 dolar AS dan dibebankan kepada biaya pengangkutan haji, dan karena sekarang harga avtur hanya 40-an dolar, saya banyak ditanyai apakah jamaah akan mendapat pengembalian."

Dari aspek bisnis, kata Dirjen, keuntungan dari harga avtur yang lebih rendah ketimbang pada kontrak ditandatangani merupakan hak maskapai penerbangan yang juga menghadapi risiko merugi bila ternyata harga avtur lebih tinggi.

Jadi, katanya, bila kali ini untung, maskapai tidak harus mengembalikan "kelebihan" perhitungan ongkos.

Meski demikian, Dirjen berpendapat, ada baiknya bila maskapai membangun sesuatu yang monumental untuk menambah kenyamanan jamaah calon haji berikut dan menjadi kenang-kenangan jamaah sekarang.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009