Jakarta (ANTARA News) - Setelah penetapan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka tindak pidana korupsi dan Presiden Joko Widodo menunda pengangkatan BG sebagai Kapolri, kini giliran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk segera menuntaskan penanganan kasus tersebut.

Beberapa pihak antara lain Menteri Sekretaris Negara Pratikno meminta KPK segera menyelesaikan pengusutan kasus yang melibatkan Kapolri terpilih itu. "Yang jelas, jangan sampai menggantung orang terlalu lama. Kami butuh kepastian, secepat-cepatnya," katanya.

Menurut Mensesneg, semakin cepat penyelesaian kasus tersebut, kepastian hukum makin jelas bagi semua pihak. "Itu juga bagus untuk semuanya. Bagus bagi Pak Budi Gunawan sendiri, bagi pemerintah, dan tentu saja baik untuk kepastian hukum," ujarnya.

Penundaan pengangkatan BG sebagai Kapolri oleh Presiden Jokowi dilakukan hingga proses hukum di KPK selesai. Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti ditunjuk menjadi Pelaksana Tugas Kapolri untuk menggantikan Jenderal Polisi Sutarman.

Anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan mengatakan, meski partainya (PDIP) kecewa atas kebijakan Presiden Jokowi menunda pelantikan Komjen BG sebagai Kapolri dan menunjuk Komnjen Badrotin Haiti sebagai Plt Kapolri, namun dia bisa memahami keputusan presiden tersebut.

"Sebagai partai pendukung pemerintah, tugas kami adalah mengamankan setiap kebijakan yang diambil pemerintah dan itu sudah kita jalankan. Kami sudah mengamankan pencalonan BG dan berhasil, artinya yang bersangkutan terpilih menjadi Kapolri, tetapi, pelantikannya ditunda," katanya.

"Kami minta KPK segera tuntaskan supaya ada kepastian hukum bagi BG. Lebih cepat lebih baik, kami nggak mau kasusnya digantung seperti kasus Hadi Purnomo, SDA, Jero Watjik, dan Sutan Batoeghana," kata Trimedya.

Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi Mahesa juga meminta KPK bergerak cepat dalam kasus rekening gendut BG. "Jika tidak, hanya akan muncul kesan KPK menghambat proses pengangkatan Kapolri baru. Dengan penetapan itu, jika KPK memberi kebenaran tentang BG itu bagus sekali. Tapi kalau tujuan KPK menghambat, maka itu tidak baik," katanya.

Menurut dia, kalau BG ditetapkan sebagai tersangka, maka harus diusut secepatnya agar sangkaan itu tidak menjadi fitnah. Dia mencontohkan KPK telah menetapkan Hadi Purnomo jadi tersangka, namun setelah itu tidak ada perkembangan lebih lanjut seputar kasus mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan itu.

Adalah Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdijatno yang juga meminta KPK segera menyelesaikan pengusutan perkara hukum yang menimpa calon Kapolri Komjen Pol BG, sehingga tidak ada lagi yang terus tersandera karena status tersangka yang berkepanjangan. "Katanya KPK sudah punya alat bukti, ya silakan buktikan saja," katanya.

Ia menilai Presiden Jokowi sudah melakukan keputusan yang tepat dengan menghormati kedua proses yakni politik dan hukum yang berjalan di KPK dan DPR. "Nama sudah digulirkan ke DPR, DPR setuju harus dilantik. Kita menerima itu, tapi kita tidak bisa. Presiden menghormati masalah hukum. Kita terima, tapi kita tunda dulu sampai proses hukum ini selesai," kata Presiden.

Saat ini menurut dia, nasib BG ada di tangan KPK. Karena itu, KPK kini dituntut lebih cepat menyelesaikan pengusutan kasus tersebut sehingga semua menjadi jelas, apalagi BG menyatakan di depan DPR bersedia mundur, setelah statusnya nanti menjadi terdakwa. "Sekarang bola kita tendang lagi ke KPK. Mau sampai kapan, kalau sudah punya alat bukti kan tinggal dibuktikan."

Sementara itu Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, KPK selalu menggunakan momen tertentu dalam menetapkan tersangka, seperti mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Kepala BPK Hadi Purnomo, mantan Menteri ESDM Jero Wacik yang hingga kini belum jelas setelah lama berstatus tersangka.

"Komjen BG saat dicalonkan jadi Kapolri dan besoknya di-fit and proper test oleh DPR, dijadikan tersangka oleh KPK. Komisi ini harus segera menyelesaikan pengusutan kasus itu sehingga tidak jadi tersandera. Apalagi penyidikan sudah dilakukan sejak Juli 2014 lalu," ujar Prasetyo.


Dukungan Bagi KPK

Massa yang terdiri atas tokoh lintas agama seperti pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia, Yanto Jaya, Wakil Koordinator Vidyaka Sabha Walubi, Suhadi Sendjaya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Abdul Malik Al Madani; Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Pdt Dr Henriette Tabita Lebang, serta Sekretaris Eksekutif Konferensi Wali Gereja Indonesia, Romo Edy Purwanto, mendatangi Gedung KPK untuk memberikan dukungan kepada lembaga itu dalam pengusutan kasus Komjen Pol BG.

KH Abdul Malik Madani, mewakili massa tersebut menyebutkan, mereka telah melakukan pertemuan dengan para pimpinan KPK dan meminta komisi itu bergerak cepat melakukan penyidikan atas kasus Komjen Pol BG. Ini dianggap perlu untuk membantah tudingan adanya unsur politis dalam penetapan tersangka terhadap calon Kapolri itu.

Namun dia juga menyatakan kekhawatirannya akan adanya hambatan terhadap KPK dalam penyidikan perkara ini. Dia berharap semua pihak dapat bekerjasama dengan KPK dengan memberikan akses guna kepentingan penyidikan.

"Kami mengimbau semua pihak, apakah itu Polri atau masyarakat luas, untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada KPK agar komisi ini bisa secepatnya membuktikan apa yang dilakukannya dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka," ujarnya.

Dia menilai, penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK bukan sebuah tindakan tergesa-gesa, karena nama itu telah mendapat tanda warna merah dari KPK saat diajukan sebagai calon menteri Kabinet Kerja Jokowi.

Abdul Malik juga meminta Presiden Jokowi tidak hanya menunda pelantikan BG sebagai Kapolri, namun juga membatalkannya. "Sebenarnya yang kami inginkan bukan sekadar penundaan, tapi pembatalan," ujarnya.

Ketua Umum PGI, Pdt Henriette Tabita Lebang berpendapat, KPK seharusnya dilibatkan dalam pemilihan calon pejabat publik, agar yang dipilih adalah orang-orang yang bersih, sehingga rakyat yakin orang itu adalah pemimpin berintegritas.

Koalisi Masyarakat Sipil juga mendatangi gedung KPK, meminta pengusutan tuntas kasus pidana di balik rekening gendut calon Kapolri Komjen BG. Aksi ini merupakan bentuk dukungan kepada KPK untuk segera menuntaskan penanganan kasus tersebut.

Masyarakat sipil yang tergabung dari sejumlah lembaga di antaranya Indonesia Corruption Watch, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan serta tokoh pemuka agama, pegiat antikorupsi dan kalangan artis yang tergabung dari relawan Jokowi datang dengan membawa sejumlah atribut berupa poster yang berisi penolakan atas BG menjadi Kapolri.

Sebagai tindak lanjut penetapan BG sebagai tersangka, KPK telah menyita sejumlah dokumen yang diduga berhubungan dengan dugaan perkara penerimaan hadiah atau janji terkait dengan jabatannya sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri, dengan tersangka Komjen BG. "Setahu saya memang ada penyitaan atas berbagai dokumen," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto.

Meski demikian, Bambang mengaku belum mengetahui dokumen apa saja yang telah disita oleh penyidik KPK tersebut. Termasuk apakah dokumen itu merupakan dokumen perbankan yang berkaitan dengan transaksi keuangan BG. Mesti dicek dulu, apakah itu menyangkut dokumen seperti yang ditanyakan," katanya.

Wakil Ketua KPK lainnya, Zulkarnain membenarkan bahwa penyidik telah melakukan upaya penyitaan terkait perkara ini. Namun, dia hanya menyebut bahwa penyitaan itu merupakan bagian untuk mempercepat proses penyidikan terhadap Komjen BG.

KPK telah memulai proses penyidikan terkait perkara yang menjerat calon Kapolri BG. Tiga orang saksi telah dijadwalkan menjalani pemeriksaan penyidik, Senin 19 Januari 2015 yakni Kapolda Kalimantan Timur, Irjen Andayono, Wakapolres Jombang, Kompol Sumardji, dan Brigjen (Purn) Heru Purwanto, tapi mereka tidak datang untuk mememenuhi panggilan KPK.

Sumardji dan Heru tidak memberikan keterangan mengenai ketidakhadirannya. Sementara Andayono tidak dapat hadir karena harus kembali ke Balikpapan, terkait peristiwa kapal tenggelam.

KPK telah mempersiapkan surat panggilan kedua. Jika tetap mangkir, maka akan ada surat panggilan ketiga dengan tembusan kepada Presiden dan Menkopolhukam. "Sampai hari ini belum ada opsi panggil paksa," kata Bambang.

Tentu untuk mempercepat proses penyidikan atas kasus BG ini diperlukan kerjasama dari pihak-pihak terkait, termasuk saksi-saksi yang harus memenuhi panggilan KPK tanpa harus dipanggil secara paksa.

Oleh Oleh Illa Kartila
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015