Jakarta (ANTARA News)  Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tidak menerima disebut-sebut mematikan pengusaha karena berbagai kebijakan yang dikeluarkannya seperti larangan transshipment (alih muatan terhadap komoditas perikanan di tengah laut). Susi menilai kebijakan itu sudah tepat.

"Saya tidak terima dikatakan mematikan pengusaha," kata Susi Pudjiastuti dalam acara dialog dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan perwakilan pengusaha di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis.

Susi menegaskan, dirinya tidak bakal membatalkan berbagai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang tidak disukai pengusaha karena hal itu dinilai adalah bentuk regulasi yang sudah benar.

Menteri Kelautan dan Perikanan pada kesempatan itu juga mengemukakan bahwa lembaga Otoritas Jasa Keuangan menyatakan, perbankan telah bersedia menggelontorkan dana untuk usaha sektor kelautan dan perikanan.

Bila para pengusaha mengalami kesulitan misalnya untuk mendapatkan pinjaman dengan perbankan, maka Susi juga bersedia berbicara dengan pihak perbankan.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia Steven Hadi Tarjanto menyatakan, larangan "transshipment" atau alih muatan di tengah laut membuat para pengusaha pembudidaya ikan laut kesulitan mendapatkan pembeli dari kapal luar negeri.

Dengan kondisi yang demikian, menurut Steven, maka beberapa bulan lagi kondisi bisnis para pengusaha yang bergerak di bidang budi daya laut dinilai bakal kolaps dan tutup serta akan berimplikasi pada pemberhentian para pekerjanya.

Sebelumnya, asosiasi perikanan mendesak pemerintah untuk melaksanakan kepastian usaha dan memberikan subsidi bagi kalangan pelaku usaha perikanan di Tanah Air. (Baca: Asosiasi perikanan kritik kebijakan Menteri Susi)

"Komisi IV DPR menerima aspirasi para asosiasi bidang perikanan yang meminta pemerintah agar seluruh stakeholder membutuhkan segera kepastian usaha yang merupakan kewajiban pemerintah," kata Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo saat membacakan resume hasil rapat dengar pendapat di Jakarta, Rabu (21/1).

Selain itu, hasil lainnya adalah meminta pemerintah untuk meninjau ulang atau mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/2014, Nomor 57/2014, Nomor 58/2014, Nomor 1/2015, Nomor 2/2015, dan Peraturan Presiden Nomor 191/2014.

Asosiasi perikanan juga meminta pemerintah memberikan solar bersubsidi kepada nelayan tanpa membatasi ukuran atau tonnase kapal, termasuk memberikan subsidi pakan, benih, dan obat-obatan bagi pembudi daya ikan.

Ketua Umum Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichien mengatakan kebijakan melarang BBM bersubsidi ke kapal di atas ukuran 30 grosston (GT) adalah tidak tepat.

"Kapal di atas 30 GT itu ada 40-50 nelayan kita. Nelayan pemilik dan pekerja itu bagi hasil. Biaya operasi untuk BBM bisa sekitar 65-70 persen sehingga bagi hasil untuk nelayan juga menjadi kecil," katanya.

Untuk itu, ia mendesak agar BBM bersubsidi diberikan kepada seluruh kapal ikan berbendera indonesia," katanya.

Selain itu, Ketum HNSI juga menyatakan agar nelayan tidak dianaktirikan karena pembudidaya perikanan sejak merdeka hingga kini belum mendapatkan subsidi.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015