Tahapan Pilkada serentak tahun 2015 sudah dimulai pada 23 Januari 2015. Kalau UU Pilkada yang baru disetujui direvisi lagi, memerlukan waktu cukup lama sehingga tahapan persiapan Pilkada sulit diprediksi,"
Jakarta (ANTARA News) - Legislator Fraksi Partai Demokrat DPR RI mengusulkan agar Perppu No 1 tahun 2014 tentang Pilkada yang telah disetujui DPR RI menjadi undang-undang tidak perlu direvisi karena dikhawatirkan akan menganggu tahapan persiapan pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015.

"Tahapan Pilkada serentak tahun 2015 sudah dimulai pada 23 Januari 2015. Kalau UU Pilkada yang baru disetujui direvisi lagi, memerlukan waktu cukup lama sehingga tahapan persiapan Pilkada sulit diprediksi," kata anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Saan Mustopa, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu.

Menurut Saan Mustopa, konstelasi politik di parlemen saat ini berbeda dengan saat merevisi UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), di mana semangatnya untuk islah di antara dua kekuatan di DPR RI.

Pada revisi UU MD3 tersebut, kata dia, Pemerintah hanya memberikan persetujuan sehingga prosesnya bisa berlangsung cepat.

"Pada UU Pilkada ini, ada banyak pihak yang terlibat seperti,

Pemerintah, DPD RI, KPU, dan Bawaslu, sehingga waktunya akan lebih lama. Kita tidak bisa merevisi waktu," katanya.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI ini menambahkan, jika tahapan persiapan pilkada serentak sudah dimulai dan aturannya terkena revisi, maka akan ada suasana vakum.

KPU sebagai penyelenggara pilkada serentak, kata dia, juga akan menghadapi suasana ketidakpastian.

"Ini salah satu alasan, mengapa revisi dalam waktu yang singkat ini dikhawatirkan akan mengganggu tahapan persiapan pilkada," katanya.

Alasan lainnya, kata Saan, dari sisi substansi, Partai Demokrat mengusulkan hanya kepala daerah yang dipilih, bukan paket pasangan kepala daerah dan wakilnya.

Karena dari pengalaman yang panjang, kata dia, sekitar 60 persen pasangan kepala daerah dari hasil pilkada, menjadi tidak harmonis.

"Selalu muncul persoalan antara kepala daerah dan wakilnya. Jika hal ini diteruskan, dikhawatirkan akan mengganggu kinerja pemerintah daerah, serta masyarakat akan menjadi korban," kata Saan.

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015