Kinshasa (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) Republik Demokratik Kongo menetapkan Joseph Kabila sebagai presiden setelah menolak pengaduan saingan terberatnya Jean Pierre Bemba, Senin. "Kabila Kabange, Joseph, dengan ini dinyatakan sebagai presiden dari Republik Demokratik Kongo yang terpilih berdasarkan dengan perolehan suara terbanyak," demikian Mahkamah Agung Kongo memutuskan. Gemuruh sorak datang dari pendukung Kabila, yang menjadi presiden sejak kematian ayahnya yang tewas dibunuh pada 2001, mereka menyambut keputusan MA dengan gempita dan suara klakson mobil pun ramai diluar gedung. Di wilayah pendukung Kabila, Kongo bagian timur, rakyat meluapkan kegembiraan dengan turun ke jalan menari, bernyanyi dan berteriak lepas. Suasana di ibukota Kinshasa tampak normal walaupun sebagian masyarakat juga mengekspresikan kegembiraanya atas keluarnya keputusan MA, namun disejumlah tempat tampak berjaga-jaga Angkatan Bersenjata dan polisi Kongo disamping pasukan penjaga perdamaian PBB yang terus melakukan patroli didaerah bisnis. MA Kongo menolak pengaduan yang diajukan oleh saingan terberat Kabila, Bemba yang mempertanyakan ke absahan kemenangan Kabila pada pemilihan presiden 29 Oktober lalu dengan menerima bukti hasil penghitungan suara yang diperoleh Kabila 58,05 persen sementara Bemba memperoleh 41,95 persen. "Pihak MA menanggapi permintaan dari partai MLC (partai Bemba) namun kami menemukan aduan itu tidak berdasar sama sekali," kata ketua MA Kongo Kalonda Kele dalam pernyataan yang dibacakan. MA Kongo akhirnya mengeluarkan keputusan hasil penghitungan akhir suara yang serupa dengan yang sudah diumumkan oleh Komite Pemilihan Umum. Dalam melakukan tugas akhir penyelidikan atas penghitungan suara, pekan lalu tim penyelidik MA terpaksa bekerja di Gedung Departemen Luar Negeri karena gedung MA sempat dibakar oleh pendukung Bemba. Pemilihan presiden 29 Oktober lalu adalah pemilu pertama Kongo yang terbuka dan bebas selama empat dekade yang bertujuan untuk mengakhiri perang saudara, kepemimpinan bergaya diktator dan suasana kekacauan di negara bekas koloni Belgia, di Afrika tengah. Tim hukum Bemba memboikot keputusan MA setelah pihak MA menolak untuk membuka kembali kasus yang mempertanyakann hasil penghitungan akhir suara dalam pemilu akhir Oktober lalu dan melakukan diskusi soal itu. "Keputusan tersebut adalah keputusan yang diambil tanpa melalui proses diskusi terbuka karena itu tak ada gunanya pihak kami ikut hadir dalam pembacaan keputusan kata juru bicara pihak tim hukum Bemba, Moise Musangana, sebelum pembacaan keputusan dilakukan, demikian Reuters.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006