Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Andin H. Taryoto, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang terkait dalam kasus dugaan korupsi pengumpulan dan penggunaan dana non-budgeter DKP. Direktur Penyidikan KPK, Ade Rahardja, di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Senin, menjelaskan bahwa Andin menerima perintah lisan dari Menteri DKP periode 2001-2004, Rokhmin Dahuri, untuk mengumpulkan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak 18 April 2002 hingga 23 Maret 2005. "Dia selaku Sekjen mengoordinir pengumpulan dana non-budgeter di DKP yang berasal dari dana APBN," kata Ade. Dalam pembicaraan informal di sela-sela forum Rakernas DKP pada Maret 2002, Andin meneruskan perintah Rokhmin Dahuri itu secara lisan kepada seluruh Kepala Dinas Provinsi yang hadir. "Dalam kurun 2002 hingga 2005 jumlah dana yang dikumpulkan sebesar Rp15 miliar, berasal dari potongan sebesar satu persen dari dana dekonsentrasi yang seharusnya diteruskan ke daerah di 30 provinsi di Indonesia," tutur Ade. Ia mengemukakan, perintah pengumpulan dana itu hanya dilontarkan secara lisan tanpa ada ketentuan tertulis yang dibuat. Oeh karena itu, menurut dia, dana yang dikumpulkan tersebut digunakan pula untuk dana taktis kegiatan Menteri DKP, selain juga untuk kegiatan sosial. Dalam pemeriksaan, Andin juga mengatakan, dana itu juga digunakan untuk biaya orasi ilmiah dalam pengukuhan gelar profesor bagi Rokhmin sebagai Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 18 Januari 2003 senilai Rp356 juta. Andin telah beberapa kali menjalani pemeriksaan di KPK dan baru ditahan pada 27 November 2006, setelah menjalani pemeriksaan sejak pukul 08.00 WIB. Ia dibawa ke Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Rutan Polda Metro Jaya) sekira pukul 17.30 WIB. Ade mengatakan, Andin dijerat pasal 12 huruf f Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyangkut pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara lain. Mengenai tindakan KPK terhadap Rokhmin yang memerintahkan pengumpulan dana non-budgeter itu, Ade hanya berkomentar: "Lihat saja nanti." KPK pada 2 Agustus 2006 telah meminta keterangan Rokhmin. Usai pemeriksaan saat itu, Rokhmin mengakui ada pengumpulan dana non-budgeter di DKP yang dilakukan sejak 2002. Namun, Rokhmin saat itu mengemukakan, tidak tahu persis sumber dana non-budgeter tersebut berikut nilai yang bisa dikumpulkan setiap tahunnya. "Kalau menurut laporan anak buah saya, itu berasal dari sumbangan sukarela. Tetapi, asalnya dari mana saya tidak tahu, tanya saja kepada Sekretaris Jenderal atau Kepala Biro Keuangan, mereka lebih tahu," katanya. Penggunaan dana non-budgeter itu, lanjut Rokhmin, diantaranya untuk biaya penyusunan undang-undang, untuk sumbangan nelayan yang terkena bencana alam serta sumbangan pembangunan masjid, gereja, pesantren dan sebagainya. KPK juga telah meminta keterangan Menteri DKP saat ini, Freddy Numberi, pada 24 Agustus 2006. Saat itu, Freddy mengatakan, praktik pengumpulan dana non-budgeter itu telah dihentikan sejak 23 Maret 2006. Andin yang kini menjabat Kepala Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) DKP adalah tersangka pertama yang ditahan KPK dalam kasus dugaan korupsi pengumpulan dan penggunaan dana non-budgeter di DKP. Menurut Ade, KPK telah menyita dana yang tersisa dari dana non-budgeter itu senilai Rp739 juta dari Kepala Biro Keuangan DKP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006