Jakarta (ANTARA) - Pakar Otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan Indonesia perlu menunjukkan aksinya ketika gempuran berbagai jenama asal China, Jepang, Korea Selatan dan juga Eropa datang dan bersaing di pasar otomotif tanah air.
“Indonesia perlu membangun industri otomotif nasional yang kompetitif, salah satunya dengan menghidupkan kembali ambisi menciptakan mobil nasional. Sebagai pemain baru, nantinya pemerintah harus melakukan pendekatan yang lebih realistis, yakni bermitra dengan perusahaan teknologi atau manufaktur global, termasuk dari China,” kata dia kepada ANTARA, Rabu.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa pendekatan ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan desain, komponen kunci sambil tetap membangun identitas lokal. Selain itu, fokus pada penguatan rantai pasok lokal juga penting, dengan meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) hingga mencapai 70-80 persen untuk semua kendaraan, termasuk Baterai Eelectric Vehicle (BEV).
Tidak hanya itu, untuk menumbuhkan minat produsen lokal agar mau ikut berpartisipasi dalam persaingan ini, pemerintah juga disarankan untuk memperhatikan kebijakan insentif pajak bagi perusahaan yang memproduksi komponen dalam negeri, seperti baterai, motor listrik, dan bodi.
Baca juga: BKPM: Investasi industri otomotif naik 43 persen lima tahun terakhir
“Pemanfaatan cadangan nikel terbesar dunia di Indonesia untuk membangun industri baterai lokal juga menjadi langkah strategis. Kerja sama dengan perusahaan seperti CATL dari China atau LG Chem dari Korea bisa diperluas, namun dengan syarat adanya transfer teknologi dan pembentukan perusahaan patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki Indonesia,” ujar dia.
Pemerintah juga perlu memberikan kebijakan menguntungkan bagi produsen lokal yang memiliki komitmen tinggi untuk mau berpartisipasi dalam pertarungan ini.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan mengalihkan subsidi EV dari konsumen ke produsen lokal yang berkomitmen membangun ekosistem industri di Indonesia, seperti fasilitas perakitan atau R&D.
Penerapan standar kualitas yang ketat, seperti keamanan dan emisi serta pembatasan impor kendaraan CBU, akan memaksa merek asing untuk mau merakit kendaraan mereka di tanah air, yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja dan memberikan nilai tambah untuk ekonomi lokal.
Baca juga: Menteri UMKM apresiasi kebijakan TKDN pada industri otomotif
Memanfaatkan SDM lokal
Sejatinya, Indonesia tidak kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni dalam industri ini. Ketika pemerintah memberikan perhatian yang lebih dan kesempatan untuk bekerja sama dengan pihak universitas dan industri, ini akan memberikan Indonesia keunggulan kompetitif di bidang teknologi baterai atau bahkan kendaraan otonom.
Menurut dia, terdapat hal yang dianggap penting dalam meningkatkan daya saing konsumen dan SDM seperti pendalaman edukasi konsumen terkait kampanye yang masif untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat EV dan mendorong konsumen memilih produk yang mendukung industri lokal dengan TKDN tinggi, akan mengurangi ketergantungan pada merek asing.
Selain itu, pelatihan tenaga kerja di bidang manufaktur EV, perawatan baterai, dan teknologi digital sangat diperlukan untuk bisa ikut berpartisipasi dalam industri tersebut.
Selain itu, kerja sama dengan politeknik serta perusahaan-perusahaan otomotif baik dari China, Jepang dan Korea Selatan bisa menjadi langkah awal untuk memupuk pondasi yang kuat di masa mendatang.
Baca juga: Pasar otomotif masih menjanjikan, kebijakan multisektoral jadi penentu
Kemudahan membeli kendaraan lokal
Selain memupuk SDM yang unggul dalam terciptanya ekosistem kendaraan yang asli dari Indonesia, pemerintah juga perlu memberikan perhatian terhadap daya beli kendaraan untuk pasar lokal seperti keringanan PPnBM atau kredit berbunga rendah.
Ketergantungan terhadap satu negara juga harus dihindari, sehingga Indonesia tidak hanya bergantung kepada satu negara. Hal tersebut bisa mulai dieksplor dengan menjajaki kerja sama dengan Korea Selatan, India, atau negara industri lain yang kooperatif.
Untuk bisa bersaing di industri yang sedang mengarah ke kendaraan ramah lingkungan, pemerintah perlu menghadirkan fasilitas penunjang seperti SPKLU yang juga harus dipercepat.
“Semula target 31.000 unit pada 2030 perlu ditingkatkan, idealnya mencapai 50.000 unit, dengan memastikan listriknya berasal dari sumber energi terbarukan, seperti PLTS atau PLTA, guna mendukung ekosistem EV yang berkelanjutan,” lanjut dia.
Baca juga: Buka IIMS 2025, Menperin harap dapat pulihkan industri otomotif
Meski begitu, dia menilai adanya berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia ketika hendak memproduksi kendaraan anak bangsa seperti koordinasi antar-instansi yang sering terhambat oleh kerumitan, tumpang - tindih birokrasi, kekurangan modal dan teknologi hingga high cost economy yang kerap terjadi.
Sehingga, jika Indonesia memiliki keinginan yang kuat dalam melahirkan kendaraan lokal, langkah pertama yang harus diambil adalah dengan membangun industri lokal yang kuat.
Selanjutnya pemerintah harus memanfaatkan kebijakan untuk menarik investasi produktif, serta menyiapkan SDM dan infrastruktur pendukung yang memadai. Hal tersebut sangat penting agar menjadikan Indonesia sebagai pemain yang disegani di industri ini di masa mendatang.
“Jika Indonesia hanya pasrah pada persaingan merek China, Jepang, dan Eropa, bangsa ini akan kehilangan peluang emas untuk naik kelas dalam rantai nilai global otomotif. Waktu adalah kunci, dan langkah pertama bisa dimulai dengan memperkuat regulasi TKDN serta menarik mitra strategis untuk transfer teknologi,” demikian dipaparkan Yannes Martinus Pasaribu.
Baca juga: Kemenperin: Motorshow dapat bangkitkan industri otomotif tanah air
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025