Jakarta (ANTARA News) - Rapat paripurna DPR pada Rabu belum menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menjadi undang-undang dan mengembalikan pembahasannya ke Badan Legislasi DPR.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang memimpin rapat paripurna, menunda pengambilan keputusan setelah sejumlah fraksi meminta pembahasan dikembalikan ke Badan Legislasi DPR dengan mempertimbangkan pentingnya melibatkan DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang tersebut.

Fahri menyatakan banyak catatan yang masuk dari sejumlah fraksi terkait Revisi Undang-Undang tentang MD3 karena itu Badan Legislasi harus kembali melakukan pembahasan demi mematangkan pasal demi pasal yang menjadi titik krusial.

"Kita tidak mau ada UU selesai seminggu dua minggu ke depan, tapi patah di MK. Kita ingin selesaikan baik-baik, prosedural, dan tidak ada yang menggugat dan dipatahkan," kata Fahri di Gedung MPR/DPR/DPD RI Jakarta.

Dalam sidang paripurna itu, sejumlah fraksi menyuarakan agar pembahasan revisi Undang-Undang MD3 melibatkan DPD.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Al Muzzammil Yusuf mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012 mengharuskan pelibatan DPD dalam pembahasan revisi undang-undang itu.

"Mempertimbangkan amar putusan MK, kami menyarankan untuk ada penundaan untuk menyertakan DPD walau cuma beberapa hari," ujarnya.

Sementara anggota Fraksi Partai Golkar Ridwan Bae mempertanyakan urgensi perubahan undang-undang tentang MD3 dan mengaku keberatan dengan isi rancangan revisi Undang-Undang MD3 yang berkaitan dengan penambahan kursi pimpinan alat kelengkapan dewan.   

"Apa urgensi dan perubahan UU MD3, jangan sampai urgensi ini untuk kepentingan tertentu, mengejar jabatan. Tapi bukan kepentingan lembaga," kata Ridwan.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014