Jakarta (ANTARA News) - Masalah perencanaan pengelolaan BBM dan sistem birokrasi terputus menyebabkan harga solar di berbagai daerah mahal serta langka, kata anggota Komisi VII DPR Iskan Qolba Lubis di Gedung Nusantara I DPR, Jakarta, Jumat.

"Penghitungan volume minyak mentah yang disedot juga perlu diperbaiki, karena dihitung setelah sampai di tanker. Kami curiga ada permainan, karena seharusnya dihitung mulai dari penyedotan, bukan hanya saat didistribusikan," ujarnya.

Dia mengemukakan kelemahan dalam perencanaan menyebabkan antara kebutuhan dan kuota BBM sering meleset.

Seharusnya, kebutuhan BBM dapat dihitung jika Kementerian ESDM memiliki perencanaan yang matang.

Selain itu, lanjutnya, dalam pengelolaan BBM, institusi di bawah Kementerian ESDM juga tidak bekerja optimal.

Dari hasil rapat dengar pendapat dengan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) beberapa hari lalu, birokrasi dalam produksi, pendistribusian hingga pengawasan tidak berjalan optimal.

BPH Migas sebagai pengatur hilir migas tidak memiliki kebijakan dalam mengambil keputusan dan menyelidiki kasus penyelewengan solar bersubsidi. Institusi itu hanya berwenang melaksanakan kebijakan yang telah dibuat Kementerian ESDM dan Pertamina.

Kelemahan dalam koordinasi potensial dimanfaatkan mafia BBM.

Kejahatan dalam pengelolaan migas lahir karena ada kesempatan.

"Kami akan memanggil Kementerian ESDM dan Pertamina untuk mempertanyakan permasalahan ini," ujarnya.

Komisi VII DPR akan membentuk panitia kerja untuk mengetahui siapa pelaku penyelewengan BBM bersubsidi dan nilai kerugian negara.

"Kami akan melakukan rapat internal untuk membentuk panitia kerja khusus menangani permasalahan ini," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Demokrat Mulyadi.


Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014