Semarang (ANTARA News) - Terdakwa tindak terorisme Joko Wibowo alias Abu Sayyaf (25) melalui penasihat hukumnya yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM) membantah atas seluruh tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). TPM yang beranggotakan Arif Widada, Ali Fahrudin, Muh.Saifudin, Anies Prijo Ansharie, dan Budhi Kuswanto, menyampaikan hal tersebut dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu, yang mengagendakan pembelaan terdakwa atas tuntutan JPU. Menurut mereka, terdapat pertentangan antara dakwaan dengan tuntutan yang disampaikan JPU. Beberapa hal yang menjadi pertentangan di antaranya seperti dalam persidangan, saksi Sugeng Wahyudi dan Agus Widhi (sebagai penyidik) menyatakan senjata api yang disita dari rumah terdakwa adalah senjata api jenis Revolver dengan nomor seri RG-1C AK 0107. Namun, dalam berita acara penggeledahan tidak disebutkan hasil penggeledahan, sementara dalam Berita Acara Penyitaan disebutkan bahwa salah satu barang yang disita adalah satu pucuk senjata api jenis Revolver. Hal lain yang menjadi pertentangan dalam dakwaannya, JPU menyebutkan salah satu barang bukti yang ditemukan dalam penangkapan adalah sepucuk senjata api jenis Revolver dengan nomor seri RG-1C AK 0107 serta 29 butir peluru kaliber 38 mm dan empat butir peluru kaliber 5,6 mm. Dalam persidangan tidak pernah dilakukan pengukuran terhadap peluru, terutama yang berkaliber 38 mm, sehingga tidak berdasar JPU menyebutkan peluru kaliber 38 mm. Di samping itu, Terdakwa juga membantah bahwa dirinya merupakan peserta jamaah pengajian yang dibentuk Subur Sugiyarto (juga terdakwa terorisme). Dalam persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa dengan 20 tahun penjara, karena terbukti melakukan tindak pidana terorisme, memiliki senjata api (senpi) dan 33 amunisi tanpa surat izin. Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana Pasal 9 Perpu No 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme jo Pasal 1 UU No 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti UU No 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. Sementara itu, empat agenda dalam persidangan tindak pidana terorisme lainnya, dengan terdakwa Aditya Triyoga, Sri Puji Mulyosiswanto, Joko Suroso, dan Harry Setya Rochmadi, dengan agenda pembacaan Pleidoi, terpaksa ditunda. Penasihat hukum para terdakwa tersebut memohon kepada Majelis Hakim untuk menunda sidang, karena Pleidoi belum siap akibat waktu yang diberikan terlalu singkat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006