Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengkaji insentif fiskal dan non fiskal untuk mendorong industri galangan kapal yang ada di luar Batam melalui rapat koordinasi yang dihadiri Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Menko Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo.

"Indonesia itu memiliki 198 galangan kapal, 110 ada di Pulau Batam, yang 88 ada di luar Pulau Batam. Nah, yang 110 ini sangat sukses. pertumbuhannya dan perkembagannya bagus, membuka lapangan kerja untuk 120 ribu orang. Tentunya, ini perlu direplikasi," kata Menko Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Indroyono mengatakan, terdapat empat insentif fiskal dan dua insentif non fiskal yang akan dikaji untuk selanjutnya dapat diberlakukan dalam mendorong pertumbuhan industri galangan kapal tersebut.

Keempat insentif fiskal tersebut adalah merevisi PP No.52 tahun 2011 untuk bisa pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bisa dinolkan, pembebasan Bea Masuk (BM) komponen, BM kapal baru dan kapal bekas, serta pembuatan Rancangan Peraturan Pemerintah untuk fasilitas yang tidak dipungut pajak.

Sementara itu, dua insentif non fiskal yang akan diberikan adalah sewa lahan bagi industri galangan kapal nasional, yakni PT IKI, PT Koja Bahari, PT PAL dan PT DOK Perkapalan, yang diupayakan bersebelahan dengan pelabuhan.

Kedua, pemberian kesempatan bagi industri galangan kapal untuk menggunakan desain kapal yang sudah dihimpun oleh Pusat Desain Kapal (Pusdek) di ITS, Surabaya.

Dalam hal ini, pemerintah membentuk sebuah tim yang diketuai oleh Plt Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Panggah Susanto Kemenperin untuk menyusun secara terperinci terkait insentif fiskal dan non fiskal yang ditentukan pada rakor tersebut. 

Panggah mengatakan, timnya akan berupaya memberlakukan insentif fiskal industri galangan kapal di Batam sama dengan di luar Batam, karena industri tersebut memiliki pasar yang sama di dalam maupun di luar negeri.

Menurut Panggah, Pihaknya akan memilah pembebasan Bea Masuk (BM) komponen yang sangat spesifik kapal dan tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

"Terkait bea masuk komponen kapal. Sekarang ini kan masih dipungut antara 5 persen hingga 12 persen. Nah, ini coba kami pelajari, apakah melalui mekanisme Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) itu masih efektif atau langsung bisa dinolkan, karena itu terkait masalah administrasi yang berkepanjangan," ujar Panggah.

Sementara itu, terkait insentif non fiskal, Panggah menyampaikan agar industri memberdayakan Pusat Design Kapal (Pusdek)  di Surabaya, supaya menjadi pusat design nasional, di mana seluruh design kapal disetorkan, sehingga memiliki standarisasi dan mempersempit varian.

Panggah dan timnya yang terdiri dari perwakilan Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, perusahaan BUMN terkait dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) diberi waktu seminggu untuk mengkaji rekomendasi insentif yang dibutuhkan.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014