Beberapa Guru Besar yang menjabat menteri tidak sepenuhnya dari kalangan akademis. Kedekatan dengan Jokowi dan JK juga menyebabkan seseorang dengan mudah diangkat menjadi menteri."
Jakarta (ANTARA News) - Lima  Guru Besar mengisi kursi kementerian pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Mereka adalah Pratikno sebagai Menteri Sekretaris Negara, Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Keuangan, Nila Djuwita Anfasa Moeloek sebagai Menteri Kesehatan, Muhammad Nasir sebagai Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta Yohana Susana Yembise sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Sosiolog sekaligus Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, mengatakan pertimbangan Presiden untuk memilih Guru Besar menjadi menteri adalah suatu yang wajar.

"Kalau jumlah Guru Besarnya berkisar antara tiga sampai lima orang, saya kira itu wajar. Saya juga melihat riwayat akademis Guru Besar tersebut sudah sesuai dengan kementerian yang dijabatnya," kata Paulus saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin.

Pakar sosiolog itu mengatakan beberapa Guru Besar yang dijadikan menteri tepat sasaran, salah satunya Pratikno.

Ia menilai penunjukan Pratikno sebagai Menteri Sekretaris Negara sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Berbagai sumber menyebutkan, Pratikno yang lahir di Bojonegoro pada 13 Februari 1962 ini menyelesaikan studi sarjananya di Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Gadjah Mada (1985), program master di Development Administration Universitas Birmingham, Inggris (1990), dan program doktor di Ilmu Politik UGM (2008).

Pria yang baru saja terpilih sebagai Rektor (UGM) Yogyakarta pada Maret 2012 itu juga meraih gelar Profesor bidang Ilmu Politik dari UGM pada Desember 2008 serta gelar doktor di Flinders University of South Australia jurusan Asian Studies (1997).

Selain Pratikno, Guru Besar yang juga menjabat sebagai rektor ialah Muhammad Nasir. Nasir pun baru saja terpilih sebagai Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, namun dirinya belum sempat menjalani pelantikan yang rencananya digelar pada 18 Desember 2014.

Pria kelahiran 27 Juni 1960 (54 tahun), Ngawi, Jawa Timur ini juga menyandang gelar profesor di bidang "Behavioral Accounting dan Management Accounting."

Nasir menyelesaikan S1-nya di Undip, kemudian S2-nya di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan meraih gelar PhD-nya di University Sains Malaysia tahun 2004.

Selain Pratikno dan Muhammad Nasir, gelar Guru Besar juga disandang oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.

Bambang sebelumnya menjadi Wakil Menteri Keuangan pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II era pemerintahan Presiden SBY. Di Kabinet Kerja ini, Bambang dipercaya untuk mengisi posisi puncak Kementerian Keuangan menggantikan Muhammad Chatib Basri.

Putra bungsu (alm) Soemantri Brodjonegoro ini dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi UI dan tercatat sebagai satu-satunya dekan di institusi tersebut yang usianya masih di bawah 40 tahun saat diangkat.

Bambang mengenyam pendidikan sarjana di Ekonomi Pembangunan dan Ekonomi Regional Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1990), tingkat master di Universitas Illinois, Amerika Serikat, sekaligus melanjutkan program doktoral di universitas yang sama hingga 1995.

Selain Menteri Keuangan, jabatan Menteri Kesehatan pada Kabinet Kerja 2014-2019 juga diisi oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran UI, yakni Nila Djuwita Anfasa Moeloek.

Dokter yang ahli dibidang oftalmologi atau ilmu penyakit mata ini mengawali pendidikannya di FKUI Jakarta kemudian melanjutkan studi di bidang ophtalmology dan berhasil meraih gelar spesialis mata (SpM) enam tahun berikutnya.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (Perdami) tersebut juga pernah belajar subspesialisasi di International Fellowship di Orbita Centre, University of Amsterdam, Belanda dan di Kobe University, Jepang.

Nila Moeloek bukanlah satu-satunya wanita bergelar Guru Besar yang menjabat menteri.

Selain dia, Yohana Susana Yembise ialah wanita bergelar Guru Besar asal Papua yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Yohana adalah wanita Papua pertama yang diberi gelar Guru Besar oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai profesor doktor bidang silabus desain dan "material development".

Wanita kelahiran Manokwari, 1 Oktober 1958 ini dikukuhkan menjadi profesor doktor oleh Rektor Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura, Papua.

Yohana menempuh pendidikan sarjana pada program studi bahasa Inggris Universitas Cenderawasih.

Semasa kuliah, dia bekerja sebagai asisten dosen di program studi yang digelutinya selama tiga tahun yakni sejak 1983-1986 kemudian enjadi dosen sejak 1987 sampai sekarang.

Kalangan Profesional

Penunjukan sejumlah Guru Besar menjadi menteri tentunya menjadi kewajaran karena kalangan profesional memiliki keahlian di bidang masing-masing dengan latar belakang pendidikan yang gemilang.

Kendati demikian, ada anggapan bahwa kalangan profesional tersebut tidak sepenuhnya dipertimbangkan dari sisi akademis, namun jaringan politik serta kedekatan terhadap koalisi Indonesia Hebat yang turut menjadi faktor.

Pengamat politik dari Pusat Studi Sosial dan Politik (Puspol) Indonesia, Ubedilah Badrun, mengatakan kalangan profesional memiliki kapasitas di setiap kementerian, namun juga tidak terlepas dari hubungan kepolitikan.

"Beberapa Guru Besar yang menjabat menteri tidak sepenuhnya dari kalangan akademis. Kedekatan dengan Jokowi dan JK juga menyebabkan seseorang dengan mudah diangkat menjadi menteri," kata Ubed yang dihubungi Antara, Senin.

Ubed menjelaskan ada lima faktor yang memengaruhi Presiden Joko Widodo dalam menyusun kabinet, yakni kalangan pendukung finansial Jokowi-JK pada masa kampanye, partai-partai yang berkoalisi, golongan elit intelektual, pihak yang terlibat intervensi dengan Jokowi, JK, dan Megawati, serta relawan yang mempunyai kontribusi besar.

Dari kelima faktor tersebut, jika benar anggapan kalangan profesional tidak terlepas dari hubungan politik, faktor kedekatan dengan Jokowi, JK, serta Megawati pun menjadi dasar pertimbangan penyusunan Kabinet Kerja.

Meski demikian, Ubed menyambut baik penunjukan Nila Moeloek menjadi Menteri Kesehatan.

"Saya kira penunjukan Bu Nila menjadi Menteri Kesehatan sangat sesuai dengan bidang yang digeluti, apalagi dia sempat disebut sebagai calon terkuat Menkes pada pemerintahan SBY," ungkap Ubed.

Guru Besar FISIP Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, menilai profesor atau Guru Besar dari kalangan profesional tidak secara langsung diartikan hebat dalam kementerian tersebut.

"Profesor memang lebih profesional di bidang pendidikan, namun bukan berarti mereka lebih hebat dibanding praktisi," kata Paulus.

Ia mengatakan Profesor atau Guru Besar mempunyai teori dasar pendidikan dan menjadikannya ahli di bidang yang digeluti. Namun, jika tidak didukung dari pengalaman kerja, kualitas profesionalisme orang tersebut menjadi tidak terlalu tinggi.

Penunjukan lima Guru Besar di atas menjadi menteri dalam Kabinet Kerja tentunya menjadi hak prerogatif Presiden. Pertimbangan pun didasarkan pada beberapa faktor, antara lain bidang yang digeluti sejumlah Guru Besar tersebut, asal institusi pendidikan, serta kepentingan profesional yang tidak dapat dilepaskan.

Oleh Mentari Dwi Gayati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014