Jakarta (ANTARA News) - Sidang perkara penghinaan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan terdakwa Eggi Sudjana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, ditunda lantaran saksi ahli hukum pidana, Loebby Lukman, tidak hadir. Jaksa Penuntut Umum (JPU), S. Luthfie, di depan Majelis Hakim yang diketuai oleh Andriani Nurdin menjelaskan bahwa pihaknya sudah berupaya melayangkan panggilan kepada Loebby Lukman sejak satu pekan yang lalu, tetapi tidak ada jawaban. JPU, lanjut dia, telah melayangkan surat melalui layanan pos ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), dan bukti surat panggilan itu pun ditunjukkan oleh JPU kepada Majelis Hakim. JPU akhirnya meminta, agar keterangan Loebby sebagai saksi ahli di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dibacakan saja di depan persidangan. Namun, Majelis Hakim menolak permintaan itu, karena menurut pasal 186 KUHAP keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan, dan bukan keterangan yang dibacakan di depan persidangan. Akhirnya, JPU meminta waktu untuk kembali memanggil Loebby Lukman, dan Majelis Hakim menunda persidangan hingga 16 November 2006. Majelis Hakim sempat memperingatkan JPU tentang berlarut-larutnya sidang penghinaan Presiden dengan terdakwa Eggi Sudjana. Pada sidang sebelumnya, Eggi menghadirkan saksi meringankan, yaitu Ketua DPR Agung Laksono dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki. Dalam keterangannya, Agung mengatan, dirinya mendengar sendiri dari Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi, bahwa Presiden Yudhoyono telah memaafkan Eggi. Eggi didakwa dengan pasal 134 jo pasal 136 bis KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden. Menurut dakwaan penuntut umum, pada 3 Januari 2006 di lobi Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Eggi di depan wartawan media cetak dan elektronik memberikan pernyataan kepada wartawan bahwa ingin menglarifikasi kepada Ketua KPK atau jajaran KPK tentang adanya pengusaha yang memberikan mobil yang mungkin bermerk Jaguar kepada Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab) dan Juru Bicara Presiden, juga kepada Presiden yang kemudian dipakai oleh anaknya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006