Osaka (ANTARA News) - Indonesia meminta produsen baja di Jepang, Nippon Steel, melakukan investasi di Indonesia untuk membangun pabrik baja khusus yang dibutuhkan industri otomotif maupun elektronik, mengingat impor komoditas tersebut cukup besar mencapai sekitar satu miliar dolar AS per tahun. "Saya minta Nippon Steel agar dapat juga mengembangkan produk-produk baja khusus untuk kebutuhan otomotif di Indonesia," kata Menperin Fahmi Idris di Osaka, Jepang, Kamis, saat menyampaikan hasil pertemuannya kemarin (8/11) di Tokyo, dengan sejumlah pimpinan Nippon Steel, Sanyo, dan kunjungan kehormatan ke Kantor Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang. Hal itu, dinilainya penting, karena produsen baja di Indonesia belum memproduksi baja khusus, meskipun industri otomotif maupun elektronik di Indonesia sangat berkembang pesat. Fahmi menjelaskan rata-rata kebutuhan baja khusus untuk produksi satu unit mobil di Indonesia membutuhkan sekitar 200 kilogram baja, sehingga bila dihitung dengan produksi mobil di Indonesia, maka potensi pasar baja khusus itu sangat besar. Begitu juga dengan elektronik, terutama plat baja untuk kulkas. Tahun 2005 lalu produksi dan permintaan mobil di dalam negeri menembus angka di atas 500 ribu unit dan tahun 2006 ini meskipun permintaan mobil domestik diperkirakan hanya akan mencapai sekitar 310 ribu unit, namun ekspor mobil diperkirakan terus meningkat sehingga produksinya bisa mencapai diatas 400 ribuan unit. "Jadi permintaan (baja khusus) itu tentu sangat besar (di Indonesia). Karena itu saya minta Nippon Steel dengan mitra yang ada atau mencari mitra baru untuk mengembangkan baja khusus di Indonesia terutama mendukung pengembangan industri otomotif kita," ujar Fahmi. Ia mengatakan selama ini pihak Nippon steel sebenarnya bekerjasama dengan Mitsui telah mengembangkan produksi atap baja. Fahmi mengatakan pihak Nippon Steel menanggapi permintaan itu dengan positif. "Walaupun ada tiga syarat untuk dapat mengembangkan baja khusus, yaitu pertama ada pasar terhadap produk itu, ada sumber bahan baku, dan keduanya kita punya, namun ketiga ada teknologi dan itu yang tidak kita punya," katanya. Namun, ia mengatakan, karena Indonesia tidak punya teknologi itu, makanya berharap bekerjasama dengan Nippon Steel mengembangkan teknologi yang tepat untuk membuat baja khusus itu di Indonesia. Ditambahkan Dirjen Industri Logam Mesin Teknologi dan Aneka (ILMTA) Anshari Bukhari, selama ini Indonesia mengimpor baja khusus untuk industri otomotif dan elektronik mencapai sekitar satu miliar dolar AS atau sekitar 1-1,5 juta ton per tahun. Diakui Anshari, Nippon Steel sebenarnya sudah memiliki mitra untuk membuat produk baja di Indonesia, namun selama 30 tahun masih berkutat pada produk atap baja bergelombang. "Masa 30 tahun lebih hanya membuat seng, makanya Pak Menteri (Menperin Fahmi Idris) meminta agar (Nippon Steel) membuat produk (baja) khusus yang lebih tinggi teknologinya," ujarnya. Anshari mengatakan industri baja di dalam negeri sampai saat ini memang belum mengembangkan baja khusus bagi keperluan industri otomotif dan elektronik. Industri baja di dalam negeri, terutama PT Krakatau Steel, kebanyakan mengembangkan industri baja untuk sektor konstruksi. Oleh karena itu pula, dalam Perjanjian Kemitraan Ekonomi (EPA) Indonesia-Jepang, pihaknya tidak akan membuka atau menurunkan semua tarif bea masuk baja, tapi hanya pada baja tertentu saja terutama yang tidak diproduksi industri di dalam negeri maupun produk yang akan dikembagkan Indonesia di masa depan. (*)

Copyright © ANTARA 2006