Bogor (ANTARA News) - Masyarakat miskin yang selama ini mengalami kesulitan dan dipandang sebelah mata untuk mendapatkan kredit dari bank, ternyata terbukti dapat dipercaya untuk memperoleh kredit tanpa agunan melalui lembaga keuangan mikro dengan skema "Grameen Bank" (Bank Desa). "Setelah mendapatkan modal, mereka terbukti dapat mengembalikannya secara teratur. Jadi masyarakat miskin sebenarnya juga 'bank-able', asalkan mereka diberi kemudahan akses untuk mendapatkan modal," ungkap peneliti keuangan mikro dari Departemen Pertanian (Deptan), Dr Ir Mat Syukur, MS, di Bogor, akhir pekan (4/11) ini. Hal tersebut, kata dia, didapatkan dari pengalamannya setelah sekitar 17 tahun menerapkan lembaga keuangan mikro melalui "Karya Usaha Mandiri" (KUM) yang dimulai dari Desa Nanggung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar). "Hingga akhir September 2006, jumlah kumulatif dana yang disalurkan adalah Rp10,6 miliar, dengan persentase tunggakan kredit hanya sebesar 1,9 persen," katanya. Ia mengatakan KUM merupakan aplikasi dari skema kredit pola "Grameen Bank" yang dikembangkan oleh Muhammad Yunus dari Bangladesh, peraih nobel Perdamaian tahun 2006 berkat jasanya memperbaiki taraf hidup masyarakat miskin Bangladesh melalui skema kredit mikro tersebut. Selain memberikan kemudahan akses, katanya, inti dari skema kredit tersebut adalah dengan melakukan "rekayasa sosial" melalui penyaringan dan pelatihan khusus kapada calon peminjam modal. "Calon peminjam modal harus melalui mekanisme yang tidak mudah," katanya. Penyaringan dilakukan untuk menentukan kemampuan dan kesanggupan pribadi seseorang untuk membayar angsuran tepat waktu. Setelah melalui mekanisme itu, lanjutnya, mereka harus membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan pinjaman. Setiap anggota kelompok, kata dia, akan diberikan pelatihan khusus selama beberapa hari mengenai pemahaman tentang angsuran yang harus dibayar, dan juga kiat-kiat untuk mengoptimalkan modal usaha yang akan mereka terima. "Tiap anggota dapat menjadi 'tanggung renten' (penjamin-Red), serta sebagai pengontrol bagi anggota lainnya untuk mematuhi peraturan," katanya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Institut Bankir Indonesia (kini bernama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia) tahun 1998, rata-rata nilai aset dari 474 peserta KUM meningkat menjadi Rp1.115.208 per orang, dibandingkan dengan sebelum menjadi anggota yakni sebesar Rp447.441 per orang. Kaum wanita Selain memberikan berhasil memperbaiki taraf hidup pesertanya, Syukur mengungkapkan lembaga keuangan mikro berbasis "Grameen Bank" juga meningkatkan kepercayaan diri pesertanya, terutama dari peserta wanita. Ia mengemukakan mayoritas dari 5.535 anggota KUM di Nanggung adalah wanita dari beragam profesi, mulai pengusaha warung kelontong dan pedagang kecil. "Mereka (kaum wanita-Red) dapat dipercaya untuk memanfaatkan modal usaha dalam bentuk kredit guna meningkatkan pendapatan mereka, dan dapat mengangsur tepat waktu, bahkan dapat menyisihkan sebagian pendapatannya untuk menabung," demikian Mat Syukur. (*)

Copyright © ANTARA 2006