Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah investor asing yang tertarik mengembangkan panas bumi di Indonesia masih menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kegiatan pertambangan itu. Dirjen Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Departemen ESDM, Simon Sembiring, di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan saat ini draf PP itu masih berada di Sekretariat Negara. "Investor masih menunggu keluarnya PP, karena kegiatan panas bumi sekarang harus melalui tender," katanya. Menurut dia, sejumlah investor asing yang berminat di antaranya berasal dari Italia, Filipina, Australia, dan Swedia. Simon menambahkan kegiatan panas bumi di Indonesia sangat prospektif, mengingat terus meningkatnya kebutuhan energi listrik, sementara cadangan panas bumi melimpah. "Memang, investasi awal tinggi, namun secara rata-rata, harga listrik yang dihasilkan dari pembangkit panas bumi akan menjadi sangat murah, karena bisnis ini bisa mencapai 50-70 tahun," katanya. Total biaya pembangunan pembangkit panas bumi diperkirakan mencapai 1,3 juta dolar AS per MW dengan biaya di hulunya saja mencapai satu juta dolar per MW. Sementara, harga pembangkit jenis lain seperti yang berbahan bakar batubara hanya mencapai 700.000-800.000 dolar per MW atau gas yang satu juta dolar AS per MW. Apalagi, kegiatan panas bumi bersifat ramah lingkungan, sehingga sangat layak dikembangkan di masa depan. Hanya saja, tambahnya, penolakan masyarakat setempat seperti yang terjadi di Bedugul, Bali, bisa menjadi kendala pengembangan kegiatan panas bumi. Saat ini, cadangan panas bumi yang ada di Indonesia mencapai 27.000 MW atau sama dengan 11.000 miliar barel setara minyak. Dari potensi sebesar itu, cadangan panas bumi yang dimanfaatkan baru sekitar 800 MW. Pemerintah menargetkan dapat membangun pembangkit panas bumi hingga berkapasitas 3.000 MW pada 2010 dan pada 2025 menjadi 6.000 MW. Dalam dua-tiga tahun ke depan, kapasitas pembangkit panas bumi akan bertambah menjadi 1.300 MW dengan dari PLTP Wayang Windu, Darajat, Kamojang, Lahendong, dan Sarulla. RUU Minerba Sementara itu, mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Mineral dan Batubara (Minerba), Simon mengemukakan pihaknya berharap pembahasan RUU yang dilakukan bersama Komisi VII DPR bisa diselesaikan akhir tahun ini. "Saat ini, pembahasan RUU sudah selesai sekitar 100 dari 400 DIM (daftar inventaris masalah) yang ada," katanya. Menurut dia, sejumlah materi berat yang sudah disepakati di antaranya adalah tidak adanya lagi kontrak langsung antara pemerintah dan investor seperti selama ini dilakukan. "Nantinya, akan dibentuk badan hukum yang berurusan langsung dengan investor," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006