Jakarta, 9 September 2014 (ANTARA) - Lokakarya yang mengusung tema Blue Growth ini telah mengidentifikasi aksi nyata terkait kebijakan dan investasi untuk mempromosikan ketahanan pangan dan peningkatan peran laut secara berkelanjutan. Hasilnya, para anggota yang tergabung dalam Aliansi Global ini menyepakati Indonesia sebagai pusat dari pengembangan sektor kelautan yang telah mengadopsi tiga unsur yakni ekosistem, sosial ekonomi dan sistem pengelolaan perikanan berkelanjutan yang selanjutnya disebut dengan ‘Jakarta Compass’. Setelah terbentuknya poros dari aliansi global ini, nantinya akan dibentuk sebuah kerangka kerja Global Alliance Network for Action On Blue Growth and Food Security. Rencananya tindak lanjut dari kerangka kerja sama ini akan dibahas di Grenada pada tahun 2015. Hal itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo di Jakarta, Selasa (9/9).

Sharif menjelaskan, dengan terbentuknya Aliansi global Blue Growth, akan membantu pemerintah, nelayan dan pembudidaya, ilmuwan, bisnis, dan masyarakat sipil, serta serikat regional dan organisasi internasional, untuk beradaptasi praktik perikanan budidaya, sistem pangan, dan kebijakan sosial dengan mempertimbangkan baik perubahan iklim dan efisiensi penggunaan sumber daya alam. “Hasil dari kegiatan ini, adalah pentingnya merangkul pembangunan berkelanjutan di tiga dimensi yakni, sosial,lingkungan hidup dan ekonomis,” sambungnya. Seperti diketahui sebelumnya, KKP berkonsistensi dalam percepatan pembangunan kelautan dan perikanan melalui industrialisasi, yang didasarkan pada konsep blue economy. Penerapan konsep blue economy dalam industrialisasi kelautan dan perikanan memiliki peran penting, untuk mengoreksi pola industrialisasi konvensional yang sering merusak lingkungan, boros sumberdaya dan energi, dan menimbulkan kesenjangan sosial. Tak ayal jika, Pemerintah Indonesia dalam hal ini KKP diakui di dunia internasional sebagai leading country on blue economy.

Sebagai gambaran, pada tahun 2050 diperkirakan, populasi manusia mencapai 9 miliar orang  sehingga akan terjadi peningkatan kebutuhan akan pangan. Seiring dengan itu, sub sektor perikanan budidaya menjadi potensi yang prospektif untuk dikembangkan.  Di sisi lain permintaan yang dihasilkan dari pertumbuhan sektor perikanan budidaya diprediksi akan menjadi pemacu bagi pembangunan ekonomi negara-negara yang memiliki sumber daya perikanan yang melimpah. Seiring dengan itu, sub sektor budidaya perikanan telah dipromosikan secara aktif melalui kegiatan berupa GAAP (Global Aquaculture Alliance Platform) yang merupakan upaya kemitraan global menuju pencapaian pembangunan berkelanjutan di sektor budidaya.  Sementara, tujuan akhir dari Blue Growth Initiative untuk mempromosikan pemanfaatan dan pengelolaan berkelanjutan dan konservasi sumber daya air terbarukan, dalam ekonomi, sosial dan lingkungan secara bertanggung jawab. Singkat kata, Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah berkomitmen dalam mempromosikan Ekonomi Biru. Adapun bentuk dukungan tersebut ditunjukkan melalui komitmen penguatan kebijakan, kerjasama regional, mendukung ketahanan ekonomi dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.

Sebagai informasi tambahan, perairan umum di Indonesia telah memainkan peranan penting dalam menyediakan sumber daya perikanan, baik untuk kegiatan perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Secara keseluruhan kegiatan budidaya perikanan di perairan umum memegang kontribusi terbesar ekspor perikanan yang mengalami surplus setiap tahunnya. Jika berkaca pada triwulan pertama tahun 2014, sektor perikanan mengalami surplus perdagangan mencapai 988 juta dollar AS. Angka ini meningkat sebesar 39 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2013 lalu. Maka dari itu, secara umum pengelolaan perairan umum dengan lestari bernilai strategis dalam menopang program pengembangan peningkatan produksi perikanan nasional sekaligus dalam mendukung ketahanan dan kemandirian pangan nasional.

Sejalan dengan itu, KKP terus mengembangkan berbagai metode ramah lingkungan yang mengadopsi Blue Economy. Semisalnya untuk sub sektor perikanan tangkap KKP telah menginisiasi Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) di wilayah pengelolaan perikanan. Metode ini menekankan pentingnya pengelolaan perikanan yang efektif dan bertanggung jawab dengan mengadopsi tiga unsur yakni ekosistem, sosial ekonomi dan sistem pengelolaan perikanan. Pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan ini sangat penting diimplementasikan di Indonesia sebagai salah satu acuan penting pengelolaan, menuju perikanan Indonesia lestari untuk kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya, untuk sub sektor perikanan budidaya, KKP juga telah menerapkan metode integrated multitrophic aquaculture (IMTA) dalam mengimplementasikan prinsip budidaya ikan bernafaskan blue economy. IMTA dinilai mampu mengurangi limbah dari budidaya ikan karena sisa pakan atau kotoran dari satu jenis ikan dapat dimanfaatkan oleh ikan jenis lain. Sehingga budidaya menjadi lebih efisien. Penggunaan pakan ramah lingkungan akan mampu mengurangi polusi akibat terbuangnya pakan yang tidak dimakan ikan. Perbaikan di sub sektor perikanan budidaya ini akan meningkatkan produktivitas dan kinerja lingkungan untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan.

Selain itu, dalam lokakarya tersebut, para peserta konferensi juga mencapai kata kesepakatan dalam menempatkan potensi laut untuk berkontribusi terhadap manfaat sosial dan ekonomi secara berkelanjutan melalui pendekatan ekonomi biru, sebagai sebuah strategi. Di sisi lain, ajang pertemuan bertaraf internasional ini telah menyusu rencana aksi lain dalam mengurangi inefisiensi dalam usaha perikanan dan kebutuhan data dan informasi yang valid tentang peluang investasi yang didukung oleh kebijakan yang berpihak pada investasi, logistik dan penguatan kemitraan, menciptakan insentif bagi nelayan dan pembudidaya, untuk mengadopsi praktek-praktek Blue Growth, serta jaminan keamanan dan kepastian berinvestasi di sektor kelautan dan perikanan.

Sementara itu, Direktur Jenderal Agro Pemerintah Belanda, Hans Hoogeveen mengatakan bahwa laut yang sehat merupakan kunci dalam perubahan iklim dan ketahanan pangan. Ia menekankan pentingnya peran serta pemerintah dan masyarakat lokal untuk mengadopsi blue growth dan produksi perikanan secara lestari dan berkelanjutan melalui perikanan budidaya.Untuk mencapai produksi perikanan budidaya secara lestari Mr Hans menekankan 5 unsur. Kelima hal tersebut yakni. Pendekatan secara terintegrasi, pihak Pemerintah, swasta, investasi dan penelitian serta pengembangan IPTEK. Hans juga menyerukan diselenggarakannya dialog nasional antar-sektoral yang mempertemukan lembaga publik, sektor swasta, masyarakat sipil dan masyarakat lokal dan mengembangkan rencana aksi nasional untuk pertumbuhan biru.

Menurut Valerie Hickey, Direktur Acting Practice Manager for Environment and Natural Resources Global Practice, World Bank, menyebutkan dengan perkembangan saat ini berbagai pertemuan organisasi internasional telah mengagendakan blue economy sebagai agenda internasionalnya, maka kunci selanjutnya adalah mengubah kekuatan aliansi tersebut ke dalam aksi atau tindakan nyata.

Jalan tengah implementasi tersebut menurutnya, adalah meliputi pembuatan model skala besar yang menghubungkan kebijakan dan pengetahuan antara swasta dan publik, yang bertujuan menarik minat investor. Sangat diperlukan mendorong terciptanya instrumen baru dan modalitas guna penyiapan infrastruktur yang sangat dibutuhkan. Ditambah dengan kesiapan persyaratan lainnya meliputi: kebijakan yang baik, kapasitas penegakan hukum, dan  lembaga yang kredibel.  

Senada dengan Hans, Asisten Direktur Jenderal Perikanan dan Budidaya FAO Mr Arni M Mathiesen mengatakan pada tahun 2030 nanti diperkirakan dunia akan menghadapi kesenjangan pasokan akan pangan sebesar 104.700.000 ton. Untuk itu ia menekankan pentingnya optimalisasi perikanan tangkap, perikanan budidaya dan jasa ekosistem lain. “Data FAO memperkirakan, pada tahun 2008, nilai penjualan perikanan tangkap mencapai 100 miliar dollar AS dan penjualan perikanan budidaya mencapai 98 miliar dollar AS,” tutup Arni.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Telp. 021-3520350)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014