Jakarta (ANTARA News) - DPR dalam rapat paripurna di Jakarta, Rabu, menyetujui pengesahan RUU tentang Kepabeanan menjadi Undang-undang (UU). Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, sepuluh fraksi di DPR dan pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan setuju atas pengesahan RUU itu. Ketua Pansus RUU Kepabeanan DPR, Irmadi Lubis dalam laporan kepada rapat paripurna itu menyebutkan bahwa pembahasan RUU itu telah memakan waktu sekitar satu tahun sejak diajukan pemerintah pada September 2005. RUU tentang Kepabeanan itu terdiri atas 15 Bab dan 115 Pasal. RUU itu ditujukan untuk menyempurnakan UU Nomor 10 tahun 1995 yang dinilai tidak memadai lagi. Beberapa hal baru yang diatur UU itu antara lain adalah adanya pengenaan Bea Keluar terhadap sejumlah komoditi yang akan diatur lebih lanjut, untuk perlindungan industri dalam negeri. "Karena ada pergerakan harga komoditas di pasar internasional maka kalau kita tidak melakukan perlindungan barang akan keluar semuanya. Ini pernah terjadi pada CPO pada saat awal terjadi krisis. Tiba-tiba harga naik dan nilai tukar naik, semua CPO tersedot keluar," kata Irmadi. Dengan adanya pengenaan bea keluar maka UU tentang Kepabeanan ini tidak mengatur mengenai pungutan terhadap ekspor. Hal lain yang diatur adalah sanksi yang lebih keras terhadap tindak pidana penyelundupan. Cakupan tindak pidana penyelundupan juga diperluas tidak hanya terhadap barang impor tetapi juga terhadap barang-barang tujuan ekspor. "Dari sisi sanksi, dipisahkan antara penyelundupan biasa dengan yang mengganggu sendi-sendi perekonomian. Untuk penyelundupan biasa sanksi badan 1-5 tahun dan atau denda Rp50 juta - Rp5 miliar. Sementara kalau menganggu sendi perekonomian dihukum 5-20 tahun dengan denda Rp5 miliar - Rp100 miliar. Contohnya menganggu industri garment," jelas Irmadi.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006