Kairo (ANTARA News) - Tim aju awal kemanusiaan Indonesia hingga kini masih menunggu keputusan Kementerian Luar Negeri Mesir dan Amnu El Daulah (State Security), dua lembaga paling berwenang untuk menentukan boleh-tidaknya orang atau barang masuk ke Jalur Gaza melalui pintu Kota Rafah, perbatasan antara Mesir dan Palestina.

"Informasi yang benar tentang tim kemanusiaan Indonesia perlu disampaikan kepada masyarakat luas agar tidak terjadi kesimpangsiuran. Sampai hari ini, tim masih berada di Kairo, Mesir, dan terus melakukan lobi-lobi kepada seluruh pihak di Mesir agar bisa masuk ke Gaza, atau setidaknya ke perbatasan Rafah," kata dr Jose Rizal Jurnalis, Presidium "Medical Emergency Resque Commitee" (MER-C) Indonesia kepada wartawan ANTARA di Kairo, Selasa Subuh waktu setempat (11.00 WIB).

Sebagai salah satu anggota tim kemanusiaan, dia banyak mendapat pesan singkat (SMS) dan telepon dari Tanah Air, yang umumnya mengkonfirmasi apakah benar tim sudah masuk di Jalur Gaza.

Tim masih terlibat perundingan dan lobi agar bisa masuk ke perbatasan Rafah. Anggota tim aju yang tiba di Kairo Senin (5/1) pukul 05.30 waktu setempat (10.30 WIB) adalah Kepala Pusat Pengendalian Krisis (PPK) Depkes dr Rustam S Pakaya, MPH, Direktur Urusan Timur Tengah Deplu Aidil Chandra Salim, dr Lucky Tjahjono (PPK Depkes), Presidium MER-C dr Joserizal Jurnalis, SpOT, Mohammad Mursalim (MER-C), dr Agus Kooshartoro dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), dr Basuki
Supartono (BSMI) dan dr Arif Rahman (Muhammadiyah).

Selain itu, ikut serta sejumlah wartawan yang meliput diantaranya Hanibal Widada Yudya Wijayanta (ANTV), Firtra Ratory (TV One), Mahendro Wisnu Wardono (Metro TV), Sahlan Basir (TVRI), Ismail Fahmi (TV One) dan Nirzam Fahmi (Trans TV).

Penjelasan yang sama, khususnya tim sedang terus berkoordinasi dengan pihak berwenang di Mesir agar bisa masuk ke Gaza, atau setidaknya masuk perbatasan, juga disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Mesir A.M. Fachir, saat menerima tim aju.

"Yang perlu dibagi (informasinya) kepada masyarakat luas adalah bahwa wilayah Jalur Gaza itu adalah daerah pendudukan Israel, dan dinyatakan (Israel) sebagai 'darurat perang', sehingga tidak mudah untuk memasukinya," katanya.

Untuk itulah, kata dia, sejak tim kemanusiaan asal Indonesia tiba di Mesir, pihaknya terus melakukan lobi kepada pihak berwenang di Mesir, dan bersama rombongan menemui Asisten Menlu Mesir untuk Urusan Negara Arab Abderahman Salaherdin yang didampingi Yasser Osman, Ketua Departemen Palestina pada Kementrian Luar Negeri Mesir.

Malahan, kata dia, di Mesir sendiri negaranya masih dinyatakan sebagai dalam keadaan "darurat militer" -- sejak terbunuhnya Presiden Anwar Sadat tahun 1981 -- sehingga bila tim mengalami beberapa pemeriksaan, kondisi itu hendaknya bisa dipahami sebagai sesuatu prosedur yang memang sudah menjadi aturan negara berdaulat.

Jose Rizal Jurnalis, yang sudah berkali-kali melakukan tugas kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, menambahkan bahwa situasi semacam itu, yakni dinyatakannya satu kawasan dalam keadaan darurat baik militer maupun perang, memang mesti menjadi rujukan kepada siapapun untuk memasuki kawasan seperti itu.

"Jangan dianggap bahwa perbatasan di Jalur Gaza seperti ada perang di dalam kawasan itu, dan di perbatasan kita bisa melihat orang perang. Situasinya benar-benar berbeda dengan kawasan perbatasan di daerah normal," kata ahli bedah ortopedi (tulang) itu.

Menurut dia, kemungkinan besar informasi bahwa tim kemanusiaan disebutkan "sudah di perbatasan Israel" adalah pada saat tim menyeberang dari Teluk Aqabah di Yordania untuk menuju Kota Pelabuhan Taba, Mesir pada Minggu (4/1) malam, dimana perairan internasional yang dilalui oleh kapal penyeberangan memang melintasi dan melihat Kota Elat, di kawasan Israel.

"Kalau itu yang dilaporkan media massa, memang benar, yakni melintasi sebuah kota yang masuk wilayah Israel, namun itu adalah perbatasan Yordania-Israel, dan bukan di perbatasan untuk masuk Jalur Gaza," katanya.

Sementara itu, Pemerintah Mesir, sebagai negara yang punya kawasan perbatasan terdekat untuk masuk Jalur Gaza melalui pintu Rafah (perbatasan Mesir-Palestina) untuk masuk ke Gaza, menyatakan akan berupaya optimal agar bantuan kemanusiaan dari Indonesia, seperti obat-obatan, ambulan dan keperluan logistik lainnya, dapat sampai langsung kepada warga Palestina di Gaza.

"Pernyataan pemerintah Mesir itu tentu amat kita sambut baik, dan kita berharap dalam satu atau dua hari ini, sudah ada kepastian untuk bisa membawa bantuan kemanusiaan dari Indonesia untuk langsung ke Jalur Gaza," kata Direktur Urusan Timur Tengah Deplu RI Aidil Chandra, yang bersama Kepala Pusat Pengendalian Krisis (PPK) Depkes dr Rustam S Pakaya memimpin delegasi Indonesia menemui Asisten Menlu Mesir untuk Urusan Negara Arab Abderahman Salaherdin.

Aidil Chandra Salim mengatakan pernyataan tersebut cukup melegakan, mengingat upaya yang sama melalui pintu masuk di perbatasan Yordania-Palestina sebelumnya tidak terwujud akibat kendala yang ada, yakni harus melalui daerah yang masuk wilayah Israel, yakni Tepi Barat.

"Setelah kita gagal masuk Jalur Gaza melalui pintu masuk perbatasan Yordania, maka satu-satunya jalan adalah melalui pintu Mesir, yang aksesnya lebih dekat, dan tentu kita semua berharap bantuan dari Indonesia ini dapat dipastikan masuk ke Gaza," katanya.

Menurut dia, setelah adanya "lampu hijau" dari pemerintah Mesir yang akan membantu fasilitasi dan perizinan masuknya bantuan Indonesia ke Jalur Gaza melalui pintu Rafah, maka ini yang perlu segera disiapkan adalah daftar rinci bantuan kemanusiaan, baik obat-obatan maupun mobil ambulans, yang kemudian akan dibuatkan Nota Diplomatik oleh Kedubes RI, agar Kementerian Luar Negeri Mesir bisa segera memprosesnya.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009