Singapura (ANTARA News) - Menyikapi pernyataan rasial yang dilontarkan Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew, posisi Indonesia dilematis dan berbeda dengan reaksi yang telah ditunjukkan Malaysia, karena posisi tawar Indonesia tidak sekuat Malaysia, khususnya dari perspektif ekonomi, kata anggota Komisi I DPR, Suripto. "Tentu saja, posisi Indonesia dilematis untuk dapat bersuara keras pada Singapura, karena posisi tawar ekonomi kita rendah dibandingkan Malaysia, jadi jangan berharap banyak pemerintah Indonesia bereaksi keras atas pernyataan Lee Kuan Yew untuk kesekian kali yang menyudutkan Indonesia," ujarnya kepada ANTARA News di Singapura, Jumat. Suripto menilai bahwa pernyataan tersebut mestinya tidak perlu keluar dari tokoh sekaliber Lee Kuan Yew, karena dari segi apapun, baik dari etika diplomasi maupun sebagai negara serumpun, pernyataan rasial sangat tidak membantu membina hubungan baik antarnegara bertetangga. Lee Kuan Yew dilaporkan kantor berita transnasional telah mengeluarkan pernyataan yang menuduh adanya marjinalisasi etnik China di Malaysia dan Indonesia. Dalam suatu forum di Singapura awal bulan ini, "Bapak Bangsa Singapura" itu mengatakan bahwa minoritas etnis China Malaysia secara sistematis telah dipinggirkan. Ia juga mengatakan bahwa sangat penting etnis China yang dominan di Singapura untuk berani menghadapi Malaysia dan Indonesia yang didominasi Muslim. Pernyataan itu telah menyulut reaksi dari Malaysia, sehingga Perdana Menteri (PM) Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi, langsung mengirimkan surat kepada Pemerintah Singapura, agar meminta maaf atas pernyataan Lee itu. Pak Lah, panggilan populer Abdullah Ahmad Badawi, mengatakan bahwa ucapan Lee dapat memicu masalah rasial. "Kami berharap Singapura meminta maaf atas ucapan Lee tersebut," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Malaysia, Syed Hamid Albar, seperti dikutip harian New Straits Times. Syed Hamid juga menuduh Singapura mencoba mengacaukan Malaysia. "Saya yakin motivasi Singapura adalah untuk membuat Malaysia terlihat buruk bagi investor asing, namun mereka tidak akan berhasil, karena dunia dapat melihat bahwa kami warga Malaysia selalu bersama sebagai satu bangsa," katanya. Dari 26,6 juta penduduk Malaysia, sekira 60 persennya adalah warga Muslim keturunan Melayu, namun bidang ekonomi negara tersebut banyak dikuasai etnis China yang berjumlah 26 persen dari total populasi. Komentar Lee juga menimbulkan reaksi di kalangan anggota DPR di Indonesia. Pemerintah Indonesia juga telah memanggil Dubes Singapura di Jakarta untuk memberi keterangan. Menurut Suripto, posisi dilematis Indonesia untuk dapat bersikap "keras" atas lontaran beberapa kali Lee Kuan Yew, lebih karena posisi ekonomi Indonesia yang lemah di depan Singapura. "Indonesia berupaya, agar investor Singapura menanam investasi, kan logikanya kita memerlukan sekali, sehingga tidak mungkin bersuara `keras`," katanya. Walaupun ada posisi seperti itu, menurut Suripto, karena Indonesia negara berdaulat, maka hendaknya pemerintah tidak boleh diperlakukan semena-mena, apalagi Indonesia di percaturan negara Asia Tenggara adalah negara besar. "Kita tunggu saja, seberapa berani pemerintah Indonesia menyikapi persoalan yang efeknya bisa menyebabkan terganggunya kohesi sosial yang sebenarnya terus dibangun ini," demikian Suripto. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006