Jakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima Daerah Militer Jakarta Raya (Pangdam Jaya), Letjen Sjafrie Sjamsoeddin, yang kini menjabat Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan Keamanan (Sekjen Dephankam), akhirnya ikut mengomentari silang pendapat di antara BJ Habibie dengan Prabowo Subianto seputar peristiwa pasca-berhentinya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Komentar Sjafrie itu dikemukakan di Jakarta, Kamis, kepada wartawan sehubungan terbitnya buku BJ Habibie yang berjudul "Detik-Detik yang Menentukan", dan memuat seputar peristiwa suksesi Kepresidenan dari Soeharto ke Habibie, serta tergesernya Letjen TNI Prabowo Soebianto dari jabatan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad). Menurut Sjafrie, ada salah informasi (mis-information) yang mungkin sampai ke Presiden Habibie saat itu, sedangkan situasi di lapangan tidak ada keganjilan apapun yang berkiatan dengan pengerahan kekuatan militer. Dalam penggalan cerita di buku Habibie, "Detik-detik yang Menentukan" digambarkan berdasarkan laporan Panglima ABRI, Jenderal TNI Wiranto, ada pergerakan pasukan yang di luar kendali Panglima ABRI. Bahkan, Sekjen Dephankam waktu itu, Letjen TNI Soeyono, pun melaporkan keanehan serupa. Kendati demikian, Sjafrie menyimpulkan, pengendalian operasi dikelola berdasarkan manajemen operasi pada waktu itu dilimpahkan sepenuhnya kepada Panglima Komando Operasi Jaya, yang dijabatnya. Pengerahan pasukan pada Mei 1998 berjumlah 178 Satuan Setingkat Kompi (SSK) dan 154 kendaraan tempur. "Saat itu tidak ada gangguan apapun. Ini yang perlu dipahami. Bahwa kemungkinan telah terjadi dis-informasi secara aktual, di mana sebenarnya tidak ada hal-hal yang menjadi gangguan saat pengalihan kepemimpinan dari Presiden Soeharto kepada Wakilnya, BJ Habibie," ujar Sjafrie. Ia tidak bersedia mengomentari siapa dan pihak mana yang benar dan salah. Tetapi, ia mengemukakan bahwa satu-satunya pengendali operasi yang secara solid harus diikuti oleh seluruh panglima komando utama, seperti Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat, Kostrad, Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Kopaskhas TNI Angkatan Udara berada di bawah satu kendali, yaitu Kodam Jaya, dan semuanya di bawah pengendalian supervisi Markas Besar (Mabes) TNI. Sjafrie juga mengemukakan bahwa terjadi permintaan penambahan kekuatan, yang saat itu akan ditinjau langsung oleh Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata RI (Kasum ABRI), menyusul dampak kerusuhan pada tanggal 13-14 Mei 1998 yang sekaligus adanya menarikan kekuatan Polri pada saat itu. "Jadi, terjadi pengambilalihan komando operasi dari Polda yang semula bertugas menanggulangi huruhara kepada kamando pengendalian oleh Kodam Jaya," demikian Sjafrie Sjamsoeddin. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006