Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar mengaku tidak pernah mau menerima uang terkait dengan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di Lebak, Banten, dari pengacara Susi Tur Andayani.

"Sejak pertama saya menolak tapi dia (Susi) mendesak terus. Makanya saya bilang nanti saja saya kontak lagi, itu jawaban tanpa ujung," kata Akil dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Akil menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi dalam sidang untu terdakwa pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan dalam perkara dugaan pemberian suap kepada Akil terkait pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak.

"Susi menghubungi saya, minta bantu untuk perkara Lebak, tapi perkara itu sebenarnya sudah diputus. Lalu dia mendesak minta dibantu. Kalau mau dibantu kasihkan 3 M (Rp3 miliar) lah, itu tidak serius, karena tanpa uang pun (perkara Lebak) sudah diputus pada 26 September," tambah Akil.

Susi yang dimaksud adalah Susi Tur Andayani yang merupakan pengacara pasangan calon Bupati Lebak yang mengajukan keberatan ke MK yaitu Amir Hamzah dan Kasmin yang minta agar MK melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS.

Padahal dalam dakwaan, Akil meminta Rp3 miliar kepada Susi agar Pilkada Lebak dapat diulang, sehingga Susi pun melaporkannya ke Amir dan Amir pun minta tolong Wawan untuk menyediakan uang yang diminta. Sayangnya Wawan hanya menyediakan Rp1 miliar dan uang itu pun belum jadi diberikan karena Akil dan Susi sudah keburu ditangkap KPK pada 2 Oktober 2013 malam.

"Dalam komunikasi saya dengan Susi, saya tidak minta (uang). Saya suruh disiapkan saja, pada tanggal 1 (Oktober) itu dia (Susi) bilang ada Rp1 miliar. Saya menolak karena sebenarnya saya tidak serius. Tapi kalau saya katakan tidak serius Anda juga tidak percaya. Saya bilang tidak sesuai dengan janjimu. Saya tidak tahu uang dari mana. Saya tahunya Susi yang menawarkan," tambah Akil.

Namun Akil mengakui pernah bertemu dengan Gubernur Banten Ratu Atut di Singapura pada 22 September 2013.

"Saat itu Bu Atut minta dibantu secara umum. Dia hanya menyebutkan 3 perkara tapi gak ada bantuan spesifik seperti apa, tidak ada imbalan," tambah Akil.

Akil mengaku pergi ke Singapura untuk berobat dengan didampingi staf dan ajudannya.

Tapi jaksa penuntut umum KPK memiliki bukti bahwa Akil memesan tiket untuk menonton pertandingan F1 berdasarkan surat elektronik di alamat akilmochtar@yahoo.co.id.

"Itu saya pesan untuk ajudan, saya juga menonton," ungkap Akil.

Dalam perkara Lebak, Wawan didakwa berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp750 juta.

Sedangkan dalam perkara Banten, Wawan diancam pidana dalam pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp150 juta. 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014