... saya hanya berada di luar lingkaran dan menjadi penonton saat dunia olahraga dijadikan proyek untuk dikorupsi. Kalau saya terus berada di luar, tentu saya tidak bisa berbuat apa-apa... "
Jakarta (ANTARA News) - Yayuk Basuki (43), petenis terbaik yang pernah dimiliki Indonesia, mengakui dia pada awalnya sama sekali tidak tertarik terjun ke dunia politik dan cenderung alergi bersinggungan dengan dunia yang bertolak belakang dengan dunia yang telah membesarkan namanya.

"Di dunia olahraga, kita lebih mengedepankan sisi sportivitas. Kalau di lapangan, lawan saya jelas, yaitu di depan, tapi kalau di dunia politik, lawan saya malah ada dibelakang," kata Yayuk, ketika dihubungi di kota kelahirannya ,Yogyakarta, Senin.

Tapi setelah melihat dunia olahraga di Tanah Air yang menjadi korban dan sasaran korupsi, seperti terjadi di komplek olahraga Hambalang, pembangunan perkampungan atlet SEA Games 2011 di Palembang, dan PON 2012 Pekanbaru, Yayuk pun tidak tahan lagi.

Petenis yang pernah menghuni peringkat 19 dunia pada 1997 itu pun tidak menyia-nyiakan tawaran Partai Amanat Nasional (PAN) untuk menjadi calon legislatif memperebutkan kursi DPR periode 2014-2019, mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah I (Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kota Salatiga). 

Tidak tanggung-tanggung, Yayuk pun dipercaya di nomor urutan teratas.

"Selama ini saya hanya berada di luar lingkaran dan menjadi penonton saat dunia olahraga dijadikan proyek untuk dikorupsi. Kalau saya terus berada di luar, tentu saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya harus berada dalam lingkaran untuk menyelamatkan dunia olahraga agar tidak lagi di obyek korupsi," katanya.

Dunia olahraga menurut Yayuk memang sangat berbeda dengan dunia politik, tapi sebagai mantan juara, ia memiliki mental yang cukup tangguh untuk mengatasi berbagai kendala yang harus dihadapi saat bertugas nanti sebagai wakil rakyat.

Meski dengan latar belakang olahraga, Yayuk menegaskan bahwa ia tidak semata-mata akan memperjuangkan nasib atlet atau pun kepentingan olahraga, tapi kepentingan yang lebih luas, terutama yang berhubungan dengan pembangunan karakter para pemuda.

"Saya melihat, sejak pendidikan dasar, tidak ada kurikulum yang mewajibkan pelajaran olahraga. Tidak mengherankan kalau saat ini anak-anak dan pelajar lebih tertarik dengan gadget dibanding aktivitas olahraga," katanya.

Kebijakan di Kementrian Pemuda dan Olahraga dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga banyak yang tumpang tindih.

"Saya ingin nantinya program-program yang ada di kedua kementrian itu bisa disinergikan dan tidak ada lagi yang tumpang tindih hanya gara-gara ego sektoral," katanya.

Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014