Kebiasaan belajar memungkinkan kita selalu tegar menghadapi macam-macam situasi dan menggunakan keterampilan baru dalam berkarier."
Tokyo, (ANTARA News) - Di tengah bunga sakura yang mulai bersemi, belum lama ini pengusaha nasional Rachmat Gobel menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Chuo, Tokyo, Jepang, atas jasanya mengembangkan sumber daya manusia di tanah air.

Pemimpin kelompok usaha Gobel itu menjadi orang ke-12 yang mendapat gelar Doctor Honoris Causa (DHC) dari universitas swasta terkemuka di Jepang, yang juga menjadi almamaternya.

Sejumlah tokoh nasional antara lain Dubes RI untuk Jepang Yusron Ihza Mahendra, mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, mantan Menteri Perhubungan Jusman SD, dan pengamat politik Prof Fachry Ali serta sejumlah pimpinan media hadir pada pemberian gelar DHC pada 24 Maret lalu oleh Rektor Universitas Chio, Tadahiko Fukuhara.

Selama ini Rachmat memang banyak terlibat dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Apalagi ia menggawangi perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan raksasa elektronik Jepang yaitu Panasonic.

Sebagai Preskom PT Panasonic Gobel Indonesia dan Komisaris PT Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI), ia membuat terobosan dengan program magang untuk anak muda dari berbagai daerah yang direkomendasikan pemerintah setempat untuk belajar di perusahaan tersebut selama sekitar satu tahun.

Setelah magang, mereka diharapkan memiliki bekal, tidak hanya menjadi tenaga siap pakai di bidang industri elektronika, tapi juga menjadi wirausaha baru.

"Saya berharap mereka bisa mandiri dan mengembangkan potensi daerah masing-masing," ujar Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu dalam obrolan dengan Antara beberapa waktu lalu.


Karier

Dalam pidato wisuda sarjana Universitas Chuo, di Jepang (25/3), Rachmat kembali mengemukakan pengalaman, gagasan dan pemikirannya yang menggugah lebih dari seribu lulusan baru dari almamaternya itu.

Pemegang Bachelor of Science Degree in International Trade itu mengingatkan para lulusan baru di universitas itu agar tidak meremehkan pekerjaan kecil, berpikir global, dan mengembangkan kewirausahaan.

"Di awal karier anda, rendahkan hati dan banyak belajar dari tugas yang dilakukan. Anggap setiap tugas sebagai kesempatan untuk mengembangkan kepribadian anda," ujar anak lelaki pertama dari Thayep Mohammad Gobel yang merintis kerja sama dengan Konosuke Matsushita, pendiri perusahaan elektronik Jepang, Panasonic.

Ia bercerita ketika menjadi siswa sekolah menengah, dia sering disuruh sang ayah membantu menjalankan usaha dengan pekerjaan administrasi, membersihkan pabrik, bahkan membawa tas direktur.

"Jangan remehkan keterampilan yang didapat dari pekerjaan yang kelihatannya ringan dan tidak berguna," kata Rachmat yang memulai kariernya dengan menjadi asisten presiden direktur PT National Gobel pada 1989.

Menurut dia, hal-hal kecil itulah yang mengembangkan dan melatih seseorang menjadi lebih handal dan lebih bijak, di tengah globalisasi dan persaingan yang semakin ketat. "Belajarlah terus, jangan pernah berhenti," ujarnya.

Ia percaya hal-hal yang dipelajari sesudah jam kerja adalah kunci yang membedakan diri seseorang di dunia kerja maupun bisnis.

"Kebiasaan belajar memungkinkan kita selalu tegar menghadapi macam-macam situasi dan menggunakan keterampilan baru dalam berkarier," kata Rachmat.



Berpikir Global 

Sebagai mitra perusahaan Jepang berskala internasional, Rachmat Gobel juga nampaknya terlatih dan terus membangun usaha berskala global, mencari peluang-peluang baru negeri lain, sehingga tidak hanya menjadi "jago kandang."

"Kita harus berjiwa global agar dapat memaksimalkan peluang yang ada, baik sebagai karyawan maupun pemilik usaha," kata anak kelima dari keluarga Thayeb Gobel itu.

Menurut dia, "go global" memberikan akses ke masyakarat yang lebih luas, tidak hanya dalam dunia kerja, tapi juga bagi bisnis bisa mendapat peluang lebih besar untuk peningkatan produksi dengan skala ekonomi tinggi guna memerkuat daya saing.

Ia bersyukur mendapat kesempatan mengenyam pendidikan di Jepang, yang budayanya berbeda dengan Indonesia. Itu pulalah agaknya yang mendorong Rachmat menyekolahkan putri dan putranya ke luar negeri, Australia.

"Saya menganjurkan untuk berani keluar dari zona nyaman dan berbaur dengan budaya yang beragam. Yakinlah anda tidak akan pernah menyesali keputusan itu," ujarnya tegas.

Salah satu wakil ketua umum Kamar Dagang dan Indusri (Kadin) Indonesia itu juga mengingatkan agar para lulusan baru memiliki jiwa kewirausahaan, guna membantu pertumbuhan ekonomi negara, juga dunia.

Jiwa kewirausahaan itulah yang menjadikan Jepang sebagai raksasa sejumlah produk, seperti elektronik dan otomotif di dunia hingga saat ini.

"Jiwa kewirausahaan diperlukan untuk mengelola lahan, tenaga kerja, dan modal sebaik-baiknya. Tanpa itu bangsa akan kacau dalam mengalokasikan faktor produksi, dan berjalan tanpa arah yang jelas," ujar salah satu anggota Komite Inovasi Nasional (KIN) itu.


Pohon Pisang

Ada bagian unik yang ia juga bagi ke ribuan mahasiswa yang hadir pada wisuda sarjana di almamaternya itu.

Ia mengatakan ada suatu falsafah yang melandasi pemikiran dan tindakannya, terutama dalam berbisnis, yaitu pohon pisang.

Akar pohon pisang jauh tertanam di tanah, membangun kerangka yang kaya, beragam dan jaringan hampir tanpa batas. "Inilah pertalian kenalan yang anda perlukan di dunia wiraswasta," katanya.

Bagian pohon pisang lainnya mempunyai fungsi yang amat luas, seperti pakaian terbuat dari daun, obat-obatan dari akar, sementara buahnya sendiri dapat dimakan.

"Pelajaran utama yang dapat kita petik dari sini adalah kita harus selalu memaksimalkan potensi kita. Seorang individu, atau perusahaan, ibarat sebuah pohon pisang harus memaksimalkan kegunaan dari semua sumber daya yang dimiliki tanpa berharap dukungan yang banyak," kata Presdir PT Gobel International itu.

Dengan tegas ia mengingatkan pula agar dalam berusaha dan berkarir seseorang harus selalu bertindak tegas, mengambil kendali, dan jadilah penentu nasib sendiri.  (R016/KWR)/H-KWR) 

Oleh Risbiani Fardaniah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014