...caleg yang dapat dikatakan terpopuler di Twitter karena jumlah pengikut dan jumlah perbincangannya terbanyak adalah calon wakil rakyat dari PKS yakni Tifatul Sembiring...
Jakarta (ANTARA News) - Mayoritas calon legislatif untuk Pemilihan Umum 2014 dianggap belum mahir dan terbiasa menggunakan saluran media sosial untuk melakukan pendidikan dan komunikasi politik.

Padahal berkampanye melalui media sosial, yang dipopulerkan oleh Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada 2008, dianggap menjadi upaya termudah dan termurah untuk merangkul pemilih pemula yang jumlahnya mencapai 30 persen dari total jumlah pemilih.

"Baru 39 persen caleg yang memiliki akun media sosial Twitter, tidak ada setengahnya dari jumlah caleg yang sebanyak 6.608 orang," kata Yose Rizal, Direktur PoliticaWave, sebuah lembaga kajian politik di media sosial, di Jakarta, Rabu.

Yose mengkaji perbincangan politik di Twitter, yang menjadi salah satu basis media sosial terbesar, sejak masa kampanye dimulai pada 3 hingga 30 Maret. Dia menemukan, para caleg minim melakukan interaksi dan komunikasi dua arah dengan para pengguna akun Twitter. Padahal, kata dia, Twitter adalah "sarang" pemilih pemula atau pemilih muda yang dikategorikan berusia 17-30 tahun.

Pemilih dengan usia tersebut banyak menghabiskan waktunya di media sosial dan cenderung menyukai diskursus atau perdebatan di Twitter, maupun media sosial lainnya seperti Facebook, Blog, dan sebagainya.

"Lewat Twitter mereka lebih dapat berkampanye dua arah, menjawab pertanyaan masyarakat, tapi tidak digunakan dengan baik," ujar dia.

Dari pemaparan PoliticaWave, lima partai yang jumlah calegnya terbesar menggunakan akun Twitter adalah Partai Nasional Demokrat dengan 361 caleg, Golkar (347 caleg), PAN (270 caleg), PDI Perjuangan (266 caleg) dan PKS (232 caleg). Dua caleg yang dapat dikatakan terpopuler di Twitter karena jumlah pengikut dan jumlah perbincangannya terbanyak adalah calon wakil rakyat dari PKS yakni Tifatul Sembiring dengan 732.015 pengikut dan caleg PKS lainnya, Fahri Hamzah dengan jumlah perbincangan (mention) 1.509 kali.

Peneliti politik dari lembaga kajian Center for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J. Vermonte berpendapat media sosial atau salah satunya yakni Twitter, dengan jumlah pengguna puluhan juta orang, dapat menjadi alat ukur persepsi publik.

Pengguna media sosial yang mayoritas kalangan masyarakat menengah, dia sebut, sebagai kalangan yang kritis dalam menyikapi isu-isu politik.

Namun, dia mengakui, penelitian berbasis media sosial tidak memberikan hasil yang mendalam dan menyeluruh, karena tidak memaparkan detail dan masalah dasar gejala sosial seperti hubungan sebab akibat yang mempengaruhi persepsi publik.

"Media sosial tidak bisa menganalisis sebab akibat. Tidak ada pendalaman. Tapi karena jumlah penggunanya jutaan, bisa jadi 'termometer'," ujar dia.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014