Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno menegaskan pengkajian terhadap Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) perlu dilakukan untuk mengecek apakah keberadaan bursa tersebut merugikan pengusaha kecil menengah atau tidak, khususnya dalam hal bursa perdagangan timah.

Hendrawan, di Jakarta, Kamis, mengatakan, asesmen perlu dilakukan bila memang terbukti merugikan masyarakat dan merugikan keuangan negara, sebagai akibat dari maraknya penyelundupan-penyelundupan timah ke luar negeri.

"Ya, harus dilakukan asesmen yang terbuka dan jujur. Bila BKDI dinilai merugikan, apa alasannya. Pasar harusnya memberi manfaat, bukan menyudutkan, kecuali bagi mereka yang selama ini menikmati rente dari pat-patgulipat bisnis ini," imbuhnya.

Mengenai peluang dibubarkannya BKDI jika pada terbukti menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan negara, Hendrawan mengatakan, BKDI merupakan badan bentukan pemerintah yang menjadi salah satu arena pasar yang mendorong efisiensi transparansi dan kompetisi.

"Musuh persekongkolan dan praktik korup pengusahaan tambang adalah transparansi dan kompetisi yang sehat," kata Hendrawan.

Ia menambahkan, tata niaga baru, bila tidak disiapkan dengan baik akan melahirkan siluman baru, sehingga pengusaha kecil yang menjadi korban. Ibaratnya, lepas dari mulut singa, jatuh ke mulut buaya. Oleh karenanya diperlukan audit menyeluruh tentang para pelaku bisnis ini.

"Banyak siluman bermain dalam bisnis tambang, sehingga pendapatan negara tidak makismal. Harusnya dikembangkan prinsip kemitraan, yang besar dan kecil kerja bareng," tuturnya.

Hal senada dikatakan Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartarto bahwa evaluasi terhadap BKDI perlu dilakukan untuk akuntabilitas penunjukan dan dampaknya terhadap ekspor timah.

BKDI, kata dia, memang memonopoli perdagangan timah seperti yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 32 tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah. Namun, seharusnya Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tidak hanya menunjuk perusahaan swasta saja, tetapi juga melibatkan BUMN dalam bursa komoditas timah.

"Bappebti seharusnya melibatkan BUMN. Saat ini BUMN masih belum diberi kesempatan memperdagangkan timah," kata Airlangga.

Evaluasi BKDI yang disuarakan anggota parlemen ini lantaran masih maraknya penyelundupan, yang disinyalir akibat celah hukum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 32 tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah. Dalam Permendag Nomor 32 Tahun 2013, timah batangan diperdagangkan melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) sejak 30 Agustus 2013.

Sedangkan timah dalam bentuk lainnya mulai diperdagangkan di bursa mulai 1 Januari 2015. Adapun timah solder tidak diatur. Namun disisi lain, ada pula suara-suara pengusaha kecil dan menengah yang mensinyalir adanya monopoli perusahaan-perusahaan besar sebagai promotor di BKDI.(*)

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014