Banten juga masih kekurangan tenaga medis
Serang (ANTARA News) - Tingginya kasus balita yang menderita gizi buruk di Provinsi Banten, menjadi perhatian khusus salah seorang calon anggota DPRD Banten dari Partai Hanura Henny Murniati.

"Saya prihatin kasus gizi buruk di Banten, ini akan menjadi konses saya jika nanti terpilih sebagai anggota DPRD Banten. Saya akan mendorong SKPD terkait dan juga masyarakat untuk berpartisipasi aktif memberikan perhatian terhadap gizi buruk," kata caleg perempuan kelahiran Prabumulih 24 Pebruari 1975 itu di Serang, Jumat.

Menurutnya, masih tingginya kasus gizi buruk di Banten tidak bisa disalahkan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertentu seperti Dinas Kesehatan, tetapi tidak terlepas dari peran semua pihak termasuk masyarakat itu sendiri, terutama ibu-ibu dalam pola asuh anak.

"Paling utama yang harus diberi pengertian adalah ibu-ibu, mereka harus paham pola asuh anak. Mereka juga harus mengerti makanan bergizi itu seperti apa," kata Caleg Hanura dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Serang tersebut.

Oleh karena itu, kata lulusan Sastra Unpad tersebut, pertama yang harus didorong untuk menyelesaikan permasalahan gizi buruk di Banten adalah membangun sumber daya manusia (SDM) perempuan atau ibu-ibu terutama yang memiliki anak balita. Sehingga dengan SDM yang cukup mereka tidak akan membiarkan anaknya terkena gizi buruk, pola asuh yang baik, serta paham terhadap makanan yang sehat dan bergizi.

"Biasanya kasus gizi buruk identik dengan keluarga yang tidak mampu. Padahal faktanya tidak selalu benar seperti itu, karena ada di antara mereka yang hidupnya cukup namun kadang pola asuh anak yang tidak teratur," kata Henny.

Bahkan, kata dia, idealnya masyarakat itu harus mengetahui anggaran yang dikeluarkan pemerintah Provinsi Banten untuk berbagai bidang seperti pendidikan dan kesehatan. Sehingga masyarakat bisa mengontrol kemana saja alur anggaran tersebut, di antaranya anggaran untuk penanganan gizi buruk.

Menurutnya, berdasarkan data yang diperoleh dari sejumlah sumber, anggaran gizi buruk di Banten pada 2010 sekitar Rp2,5 miliar, naik pada 2011 menjadi Rp5,4 miliar dan pada 2012 menjadi sekitar Rp9,7 miliar. Sedangkan dari jumlah balita di Banten sekitar 1,1. juta, penderita gizi buruk Di Banten 7.213 dan penderita gizi kurang sekitar 53.680 anak.

"Hak mendapatkan pelayanan kesehatan itu dijamin dalam UUD 45 pasal 28 H (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yg baaik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan," kata caleg yang sebelum terjun ke politik aktif sebagai wartawan di sejumlah media cetak dan televisi.

Henny mengatakan, kegagalan pelayanan bidang kesehatan di semua tempat, biasanya terjadi karena eksekutif dan legislatif lebih mengutamakan pengobatan dibandingkaan pencegahan. Padahal pencegahan itu lebih dibandingkan pengobatan.

"Banten juga masih kekurangan tenaga medis," kata Henny yang juga Humas Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Provinsi Banten.

Sementara angggran Dinas Kesehatan Provinsi Banten 2014 sekitar Rp208 miliar, termasuk untuk jamkesda sekitar Rp28 miliar.

Kepala Seksi (Kasi) Gizi Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Dinas Kesehatan Banten, Andi Suhardi mengatakan, pada 2012 sebanyak 60. 893 balita di Banten mengalami gangguan masalah gizi dan 7.213 balita diantaranya mengalami gizi buruk dan 53.680 balita lainnya kekurangan gizi.

Menurut Andi Suhardi, hasil pemantauan status gizi balita di Provinsi Banten Tahun 2012 menunjukkan, sebanyak 60. 893 Balita di Banten mengalami gangguan gizi, dengan kategori gizi buruk 7.213 Balita, dan 53. 680 balita mengalami kekurangan gizi. Sedangkan balita di Banten yang mengalami kelebihan gizi atau gizi baik sebanyak 753. 478.

Sedangkan pada 2013 kasus gizi buruk di Banten sebanyak 1. 164 anak atau sekitar 0,43 persen dari jumlah balita dan 45.438 anak atau 4,16 persen mengalami gizi kurang. 

Pewarta: Mulyana
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014