Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) merumuskan konsep neoberdikari sebagai pembaruan atas ajaran Presiden I Soekarno tentang berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) untuk mewujudkan negara berdaulat dan berdaya saing unggul.

"Karena itu diperlukan perumusan kembali untuk mandat nasionalisme berdikari secara terbarukan dan bersifat implementatif tanpa mengabaikan hakikat yang dinginkan oleh Bung Karno," kata Anggota Dewan Pengarah IA-ITB Pusat Syahganda Nainggolan di Jakarta, Selasa.

Perumusan itu akan diuraikan dalam seminar nasional bertajuk "Neoberdikari: Masa Depan Indonesia yang Berdaulat, Berdaya Saing, dan Menyejahterakan Rakyat" di Jakarta, Rabu (5/3).

Menurut Syahganda, Bung Karno meletakkan tiga pilar berdikari guna membangun karakter kemandirian bangsa yaitu di bidang politik, ekonomi, serta kebudayaan.

Ia menjelaskan upaya mengukuhkan neoberdikari itu juga merupakan kritik atau antitesis atas berlakunya model pembangunan Indonesia yang sejauh ini justru berciri neoliberalistik, dengan mengutamakan peran dan modal kapitalisme asing namun terbukti hanya membuat kesengsaraan nasib seluruh rakyat.

"Bahkan, karena kita berkiblat pada sikap yang neoliberal terkait pembangunan ekonomi nasional, kemiskinan dan kesengsaraan rakyat terus bertambah dari waktu ke waktu, sehingga rakyat praktis tidak dihargai dan dilibatkan keberadaaanya," ujarnya.

Syahganda menyebutkan kemajuan ekonomi dan potensi atas sumber-sumber ekonomi bangsa terus dikuasai oleh pihak asing yang bekerja sama dengan segelintir elit nasional.

Seminar neoberdikari IA ITB Pusat ini akan diisi pembicara utama Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin.

Pembicara yang diundang di antaranya Ketua Komisi IV DPR RI R yang juga Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional DPR RI Tjatur Sapto Edy, pengusaha Hilmi Panigoro, serta dua pakar meliputi manajemen dan ekonomi asal ITB yakni Mathiyas Thaib dan Perdana Wahyu Santosa.

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014