Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa hakim konstitusi Maria Farida dan Anwar Usman dan panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Kasianur Sidauruk dalam perkara dugaan pemerian suap kepada mantan ketua MK Akil Mochtar terkait penanganan perkara sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Saya tidak tahu," kata Anwar Usman ketika ditanya mengenai penerimaan uang Rp10 miliar terkait pilkada Jawa Timur di gedung KPK Jakarta, Selasa.

Dalam surat dakwaan Akil disebutkan bahwa Akil menerima janji pemberian uang sebesar Rp10 miliar dari Zainuddin Amali selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah I Golkar Jawa Timur yang juga ketua bidang pemenangan pilkada Jawa Timur untuk pasangan Soekarwo dan Saifullah Yusuf agar Akil menolak permohonan Khofifah Indar Parawansa dan Herman Suryadi Sumawiredja.

Dalam perkara itu Akil menjadi ketua panel hakim konstitusi bersama dengan Maria Farida Indrati dan Anwar Usman.

"Saya baru empat bulan di panel," tambah Anwar.

Sedangkan Maria Farida mengaku diperiksa untuk sengketa pilkada Lebak Banten.

"Diperiksa untuk (pilkada) Lebak, untuk bu Atut," kata Maria Farida.

Kasianur juga mengaku diperiksa untuk Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

"Masih ada kaitannya dengan Lebak," kata Kasianur.

KPK menduga bahwa Atut bersama adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan memberikan suap sebesar Rp1 miliar kepada mantan ketua MK Akil Mochtar melalui seorang advokat Susi Tur Andayani yang juga sudah berstatus tersangka untuk mengurus sengketa pilkada Lebak.

Atut dikenakan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara 3-15 tahun dan denda Rp150-750 juta.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014